BAB
I
PENDAHULUAN
Demak
pada masa sebelumnya sebagai suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro
atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja
Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah.
atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja
Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah.
BAB
II
PEMBAHASAN
Lahir
dan Masa kejayaan Kerajaan Demak
Kesultanan
Demak atau Kesultanan Demak Bintara adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang
didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini
sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit,
dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa
dan Indonesia
pada umumnya.[1]
Lahirnya
kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah, d Demak, sejak abad ke-17 mendapatkan
perhatian para pembawa cerita dan para penulis sejarah Jawa. Pada abad ke-17
hegemoni di Jawa Twngah dan Jawa Timur jatuh ke tangan raja-raja Mataram di
pedalaman.[2]
Menurut cerita tradisi Mataram Jawa
Timur, raja Demak yang pertama Raden Patah adalah putra raja Majapahit yang
terakhir (dari zaman sebelum Islam), yang dalam legenda-legenda bernama
Brawijaya. Ibu Raden Patah konon seorang putri Cina dari keraton raja
Majapahit. Raden Patah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalm
persoalan-persoalan agama, dibantu para ulama, Wali Songo. Sebelumnya, Demak
yang masih bernama Bintoro merupakan daerah asal Majapahit yang diberikan Raja
Majapahit kepada Raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan
agama Islam yang diselenggarakan oleh para wali.
Pemerintahan
Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16.
Menurut Tome Pires, Pati unus baru berumur 17 tahun ketika menggantikan ayahnya
sekitar 1507. Menurutnya, tidak lama setelah naik tahta,ia merencanakan suatu
serangan terhadap malaka. Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka
ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1511. Akan tetapi, sekitar pergantian
tahun 1512-1513, tentaranya mengalami kekalahan besar. Raden Patah kemudian
digantikan oleh Adipati Unus (1518-1521). Walau ia tidak memerintah lama, tetapi
namanya cukup terkenal sebagai panglima perang yang berani.
Ia berusaha
membendung pengaruh Portugis jangan sampai meluas ke Jawa. Karena mati muda,
Adipati Unus kemudian digantikan oleh adiknya, Sultan Trenggono (1521-1546). Di
bawah pemerintahannya, Demak mengalami masa kejayaan. Trenggono berhasil
membawa Demak memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1522, pasukan Demak
di bawah pimpinan Fatahillah menyerang Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Baru pada tahun
1527, Sunda Kelapa berhasil direbut. Dalam penyerangan ke Pasuruan pada tahun
1546, Sultan Trenggono gugur.[3]
Berdasarkan berita abad ke-17 dan
yang dari Jawa Barat yang jarang tetapi sangat menarik perhatian itu dapat di
simpulkan bahwa asal usul dinasti Demak itu dari Cina pada waktu itu dapat
dipercayai. Ia sudah memeluk agama Islam ketika menetap de daerah Demak, dan ia
datang menjadi “Patih” raja (siapa pun orangnya). Konon, ia datang dari Jawa
Timur (Gresik) dan menetap di Demak. Dapat pula dipercaya bahwa selama hidup ia
tidah hanya mengakui kekuasaan penguasa setempat (gubernur atau bawahan raja
Majapahit). Ia sendiri konon belum menjadi raja, melainkan orang berapengarh
yang berasal dari Cina, yang termasuk golongan pedagang menengah yang berada.
Ia hidup di Demak pada perempatan terakhir abad ke-15.[4]
Pergantian
Penguasa di Kerajaan Demak
Dalam
sebuah pemerintahan atau kerajaan tentunya mengalami pergeseran kepenguasaan,
begitu juga yang terjadi di Kerajaan Demak. Seperti yang tercantum dalam
historiografi tradisional jawa, pendiri Kerajaan Demak ialah Raden Patah yang
merupakan raja pertama kerajaan Demak, ia memiliki gelar Senopati Jimbun
Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama[5].
Dalam menjalankan pemerintahannya terutama salam persoalan-persoalan agama,ia
dibantu oleh para ulama. Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di
akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16, ada yang menyebutkan bahwa Raden Patah
adalah salah satu murid Sunan Kudus yang ulng. Oleh karena itu, disaat ia
memimpin kerajaan Demak Sunan Kuduslah yang selalu mendampinginya. Dengan meninggalnya Raden Patah pada tahun
1518, maka kekuasaan Kerajaan Demak beralih ketangan putranya sendiri yaitu
Pangeran Sabrang Lor atau dikenal juga dengan nama Patih Unus, tetapi putra
Raden Patah ini tidaklah lama memerintah dan kebanyakan menghabiskan masa dalam
medan perang
selama tiga tahun. Lalu Patih Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik
sebagai Sultan oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul ‘Arifin,
ia memerintah pada tahun 1524-1546. pada masa pemerintahan Sultan Ahmad inilah
Islam dikembangkan ke seluruh pulau jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan. Penaklukan Sunda
Kelapa berakhir tahun 1527 yang dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon di bawah pimpinan
Fadhilah Khan. Majapahit dan Tuban jatuh ke bawah kekuasaan kerajaan Demak
diperkirakan pada tahun 1527 itu juga. Selanjutnya, pada tahun 1529, Demak
berasil menundukkan Madiun , Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535),
dan antara tahun 1541-1542 Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan kediri (1544). Palembang dan Banjarmasin
mengakui kekuasaan Demak. Sementara daerah Jawa Tengah bagian Selatan sekitar
Gunung Merapi, Pengging, dan Pajang berhasil dikuasai pemuka Islam.[6]
Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke
Blambangan, Sultan Trenggono terbunuh lalu Sultan Trenggono pun digantikan oleh
adiknya yaitu Prawoto. Masa pemerintahan Prawoto tidak berlansung lama karena
terjadi pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Mangkatnya
Sultan Trenggono yang agung itu di medan
paerang menyebabkan dendam perebutan kekuasaan yang selama ini terpendam,
dengan sendirinya tidak dapat ditutup lagi.[7]
Mundur
Dan Runtuhnya Kesultanan Demak Pada Abad ke-16
Tahun
1546 bukanlah akhir Kerajaan Demak, memang Demak pada tahun itu menderita kekalahan
yang sangat besar akibat serangannya ke bekas pelarian Majapahit di Panarukan
dan Blambangan. Sejak tahun itu pula tak ada kemajuan lagi yang dicapai Demak,
bahkan kemunduran terjadi sejak itu. Sultan Trenggana yang dibantu Fatahillah
(Sunan Gunung Jati) tak berdaya melawan Blambangan, bahkan Sultan Trenggana
gugur dalam peperangan itu. Seperti juga Majapahit yang disengkalakan berakhir
pada 1400 Caka (sirna ilang kertaning bhumi) atau 1478 M, pada kenyataannya
kerajaan ini berakhir benar pada 1527 M.[8]
Sepeninggal
Sultan Trenggono, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaan
antara Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan Trenggono yang seharusnya
menjadi raja dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono. Sunan Prawoto
kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak Pengeran Sekar Sedolepen.
Namun, Arya
Penangsang pun kemudian dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang
menjadi Adipati di Pajang. Joko Tingkir (1549-1587) yang kemudian bergelar
Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Kerajaannya
kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Pajang.
Sultan Hadiwijaya kemudian
membalas jasa para pembantunya yang telah berjasa dalam pertempuran melawan
Arya Penangsang. Mereka adalah Ki Ageng Pemanahan menerima hadiah berupa tanah
di daerah Mataram (Alas Mentaok), Ki Penjawi dihadiahi wilayah di daerah Pati,
dan keduanya sekaligus diangkat sebagai bupati di daerahnya masing-masing.
Bupati Surabaya yang banyak berjasa menundukkan daerah-daerah di Jawa Timur
diangkat sebagai wakil raja dengan daerah kekuasaan Sedayu, Gresik, Surabaya, dan Panarukan.
Ketika Sultan
Hadiwijaya meninggal, beliau digantikan oleh putranya Sultan Benowo. Pada masa
pemerintahannya, Arya Pangiri, anak dari Sultan Prawoto melakukan
pemberontakan. Namun, pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Pangeran
Benowo dengan bantuan Sutawijaya, anak angkat Sultan Hadiwijaya. Tahta Kerajaan
Pajang kemudian diserahkan Pangeran Benowo kepada Sutawijaya. Sutawijaya
kemudian memindahkan pusat Kerajaan Pajang ke Mataram.[9]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Runtuhnya Kerajaan Majapahit menjadi peluang bagi
penguasa-penguasa Islam untuk membangun pusat-pusat kekuasaan Islam. Salah
satunya adalah kerajaan Demak. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam yang
pertama kali berdiri di pulau jawa dengan raja pertamanya Raden Patah. Seperti
halnya kerajaan-kerajaan Islam lainnya, dalam masa kejayaannya kerajaan Demak pun
mengalami pergeseran kepenguasaan. Dan kerajaan
Demak mengalami kejayaan pada masa Sultan ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri,Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada,2004
Graff, H.J. De, Kerajaan
Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Pustaka Grafiti Pers, 1986
Hamka, Sejarah Umat Islam. Jakarta:
N.V Bulan Bintang, 1981
[1]
http://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg24981.html
http://www.afand.cybermq.com/post/detail/2284/kerajaan-kerajaan-bercorak-islam-di-indonesia
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak
[2]
Graaf, H.J. DE, Kerajaan kerajaan Islam pertama d
Jawa (Pustaka Grafiti Pers,1986).hlm. 39
[3]
http://www.afand.cybermq.com/post/detail/2284/kerajaan-kerajaan-bercorak-islam-di-indonesia
[4]
Ibit.hlm. 41-43
[5]
Badri yatim, sejarah peradaban Islam…
hlm. 210
[6]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm.211-212.
[7]
Prof. DR. Hamka, Sejarah Umat Islam,
(Jakarta: N.V Bulan bintang, 1981), hlm. 163
[8]
http://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg24981.html
[9]
http://www.afand.cybermq.com/post/detail/2284/kerajaan-kerajaan-bercorak-islam-di-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar