PEMBAHARUAN DALAM ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
Sumber ajaran Islam adalah al Quran
dan hadis. Keduanya lalu ditafsirkan, tafsir itu merupakan hasil pemikiran
mufasir. Pemikiran itulah sebenarnya yang membentuk sikap dan perilaku kaum
muslimin. Tatkala suatu pemikiran dimunculkan dan dianggap sesuai dengan
keadaan zaman, pemikiran tersebut diterima oleh masyarakat Islam masa itu.
Tetapi lama kelamaan situasi berubah. Pemikiran tadi adakalanya tidak sesuai
lagi dengan keadaan yang baru. Maka para pemikir memikirkan kembali hasil
pemikiran lama untuk disesuaikan dengan keadaan baru. Tatkala pemikiran ulang
itu dilakukan dan disesuaikan dengan zaman modern, hasil pemikiran itu disebut
modernisasi pemikiran Islam. Pembaruan dalam Islam dilakukan berdasarkan pemikiran
baru tersebut. Jadi, pada hakikatnya, istilah pembaharuan atau modernisasi itu
sama saja, yaitu penerapan pemikiran modern dalam memajukan Islam dan umat
Islam.
Kondisi zaman modern ditandai oleh
penggunaan rasio dalam kehidupan. Karena itu, pada dasarnya, pembaharuan atau
modernisasi dalam Islam identik dengan rasionalisasi. Pemikiran rasional dalam
Islam dipengaruhi oleh persepsi tentang tingginya kedudukan akal dalam Islam.
Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani yang sudah masuk ke
dunia Islam. Tetapi, jika pemikiran rasional Islam itu bersifat religius, maka
pemikiran rasional Yunani bercorak sekuler.
Untuk memahami pemikiran modern
dalam Islam, sebaiknya lebih dahulu diketahui garis besar sejarah umat Islam
sejak awal sampai zaman modern.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pembaharuan
Pembaharuan yang dimaksud disini
adalah pembaharuan yang kata padanannya dalam bahasa Arab ialah tajdid,
bukan bid’ah, ibda’ atau ibtida’. Sebab, meskipun kata-kata ini
juga mengandung makna kebaruan, pembaharuan ataupun pembuatan hal baru,
konotasinya negative karena secara semantic mengandung arti pembuatan hal baru
dalam agama. Secara kebahasaan sebetulnya kata-kata bid’ah dan
tasyrifnya mempunyai arti kreativitas atau daya cipta. Maka dalam al Quran pun
Tuhan disebutkan sebagai al-Badi’, Maha Kreatif atau Maha berdaya cipta
(QS. 2:59 dan 6:101). Dan jika Nabi SAW bersabda agar kita berbudi dengan
mencontoh budi Tuhan, maka kreativitas atau daya cipta adalah hal yang sangat
terpuji. Namun sudah dikatakan, tentu saja yang terpuji itu bukanlah
kreativitas atau daya cipta dalam hal agama itu sendiri, seperti kreativitas
dan daya cipta dalam masalah ibadah murni. Maka sama sekali tidak dapat
dibenarkan, misalnya, menambah jumlah rakaat dalam shalat atau memasukkan
sesuatu yang sebenarnya hanya budaya belaka menjadi bagian dari agama murni.
Maka kreativitas atau daya cipta dalam hal keagamaan murni (bukan dalam hal
budaya keagamaan) sama dengan tindakan mengambil wewenang Allah SWT dan
Rasul-Nya. Ini suatu perbuatan yang sesungguhnya tidak mungkin, sehingga yang
memaksa melakukannya juga, menurut sabda Nabi SAW adalah sesat.[1]
B. Pemikiran Islam Sebelum Periode
Modern
Pada periode pertengahan, telah
muncul pemikiran dan usaha pembaharuan Islam dikerajaan Usmani di Turki. Akan
tetapi usaha itu gagal karena ditentang golongan militer dan ulama. Pada abad
ke-17, kerajaan Usmani mulai mengalami kekalahan dalam peperangan dengan Negara
Eropa. Kekalahan itu mendorong raja dan pemuka kerajaan Usmani untuk
menyelidiki sebab-sebabnya. Kemudian diketahui bahwa penyebabnya adalah
ketertinggalan mereka dalam teknologi militer. Mereka selidiki pula rahasia
keunggulan Barat. Mereka temukan bahwa rahasianya adalah karena Barat memiliki
sains dan teknologi tinggi yang diterapkan dalam kemiliteran.
Karena itulah, pada 1720, kerajaan
Usmani mengangkat Celebi Mehmed sebagai utusan kerajaan untuk Perancis. Dia
bertugas mempelajari benteng-benteng pertahanan, pabrik-pabrik, serta
institusi-institusi Perancis lainnya. Laporan Celebi Mehmed tertuang dalam
bukunya, seferetname. Berdasarkan laporan itu, diupayakanlah pembaharuan
di Kerajaan Usmani.
Usaha pembaharuan itu mendapat
tantangan. Tantangan pertama datang dari tentara tetap yang disebut Janissary.
Janissary mempunyai hubungan erat dengan Tarekat Bektasyi yang berpengaruh
besar dalam masyarakat. Tantangan kedua datang dari pihak ulama. Ide-ide baru
yang didatangkan dari Eropa itu dianggap bertentangan dengan paham tradisional
yang dianut masyarakat Islam ketika itu. Karena itu, usaha pembaharuan pertama
di Kerajaan Usmani tidak berhasil seperti yang diharapkan.
Di India, sebelum periode
modernisasi, muncul juga ide dan usaha pembaharuan. Pada awal abad ke-18,
kesultanan mogul memasuki zaman kemunduran. Perang saudara untuk merebut
kekuasaan sering terjadi. Golongan hindu yang merupakan mayoritas, ingin
melepaskan diri dari kekuasaan mogul. Selain itu, inggris juga telah mulai
memperbesar usahanya untuk memperoleh daerah kekuasaan di India.
Suasana itu menyadarkan para
pemimpin Islam India akan kelemahan umat Islam. Salah seorang yang menyadari
hal itu ialah Syah Waliyullah (1703-1762) dari Delhi. Ia berpendapat Salah satu
penyebab kelemahan umat Islam ialah perubahan system pemerintahan dari system
khilafah ke system kerajaan. System pertama bersifat demokratis, sedang system
kedua bersifat otokratis. Karena itu system ke Khalifahan seperti pada masa al-
Khulafa al-Rasyidun perlu dihidupkan kembali.
Di Arab Saudi juga ada usaha
pembaharuan sebelum periode modern yang dipelopori oleh Mohammad bin Abdul
Wahab (1703-1787). Menurut Wahab, penyebab kelemahan umat Islam saat itu ialah
tauhid umat Islam yang tidak lagi murni. Kemurnian tauhid mereka telah dirusak
oleh ajaran tarekat. Tarekat menurut Muhammad bin Abdul Wahab, mengajarkan
pemujaan kepada syekh dan wali. Umat Islam menunaikan haji dan meminta
pertolongan kekuburan-kuburan syekh dan wali itu. Karenanya, semua hal itu
harus diberantas. Ia juga menganjurkan ijtihad. Inti pemikirannya adalah
al-Quran dan hadislah sumber ajaran Islam, taqlid kepada ulama tidak dibenarkan
dan pintu ijtihad tidak tertutup.
Gerakan pembaharuan Islam juga
muncul melalui tasawwuf. Gerakan ini disebut neo sufisme, yaitu tasawwuf yang
di perbaharui dan tampil dalam bentuk aktifis. Neo sufisme berawal di Afrika
Utara melalui tarekat sanusiyah. Sanusiyah adalah cabang Ordo Idrisiyah yang
didirikan di Arab Saudi oleh Ahmad Ibnu Idris (w. 1837). Tarekatnya ini
dinamakan juga Tariqah Muhammadiyyah.
Tujuan tarekat ini ialah
memperbaharui moral kaum muslim melalui tindakan politik. Tarekat ini membangun
banyak tempat peribadatan. Yang paling penting diantaranya adalah Di Kafra dan
Jaghbub. Disana orang tidak hanya diajari agama, tetapi juga dilatih
menggunakan senjata dan didorong untuk melibatkan diri dalam usaha professional
seperti bertani dan berdagang.
Tarekat ini tidak bermaksud untuk
menghilangkan ide tradisional tentang kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat itu
tetap penting. Ide pembaharuan mereka berada dalam batas pembaharuan moral dan
kesejahteraan social. Mereka hanya melakukan pergeseran dan penekanan,
pergeseran inilah yang menandai fenomena pembaharuan sufisme pada periode pra
modern.[2]
D. Pemikiran Islam Modern[3]
1. Mesir
Pemikiran dan pembaharuan Islam di
Mesir pada periode modern ditokohi oleh cukup banyak pemikir, antara lain:
Muhammad Ali Pasya (1765-1849) yang bermodel reformisme Barat. Dia
mempertautkan ekonomi Mesir dengan Eropa. at-Tahtawi (1801-1873) memiliki
pandangan bahwa rahasia pertumbuhan Eropa terletak pada pikiran orang-orangnya
yang bebas untuk berfikir secara kritis, mengubah kebijakan lama dan menerapkan
ilmu dan teknologi modern untuk menyelesaikan masalah.[4]
Jamaluddin al-Afgani (1839-1897)yang mencoba menanamkan kembali kepercayaan
kepada kekuatan sendiri dengan melepas baju apatis dan putus asa, Muhammad
Abduh (1849-1905) yang mengumandangkan panggilan jihad melawan penjajah , dan
muridnya Rasyid Ridha (1865-1935) yang membangkitkan ruh jihad dan ijtihad,
mengumandangkan kembali kepada Quran dan Sunnah, sebagai satu-satunya jalan
untuk keluar dari kelemahan dan kehinaan posisi.[5]
Secara garis besar isi pemikiran
mereka diantaranya mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, social, dan
ekonomi, memberantas tahayul dan bid’ah yang masuk kedalam ajaran Islam,
menghilangkan faham fatalisme yang terdapat dikalangan umat Islam,
menghilangkan faham salah yang dibawa oleh tarekat tasawwuf, meningkatkan mutu
pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan politik Negara Barat.[6]
2. Turki
Pemikiran dan pembaharuan Islam
Turki pada periode modern dipimpin oleh banyak tokoh pemikir, antara lain
Sultan Mahmud II (1785-1839), tokoh-tokoh Tanzimat (Mustafa Rasyid Pasya,
Mustafa Sami, Mehmed Sadik Rifat Pasya), tokoh-tokoh pemikir Usmani Muda (Ziya
Pasya dan Namik Kemal), para pemikir Turki Muda (Ahmad Riza, Pangeran
Sabahuddin, Mehmed Murad), tokoh-tokoh aliran Barat-Islam-Nasionalis dan
Mustafa Kemal (1881-1938). Isi pembaharuan tokoh-tokoh pemikir Turki
diantaranya memisahkan urusan agama dan urusan dunia, pembaharuan dibidang
pemerintahan, pendidikan yaitu pendidikan universal, ekonomi dan politik, juga
westernisasi, sekularisasi dan nasionalisme terbatas.[7]
3. India-pakistan
Pemikiran modern Islam di
India-Pakistan merupakan kelanjutan pemikiran Syah Waliyullah pada abad ke-18.
pewaris mughal adalah yang paling dekat dengan bangsa Eropa dalam kaitan dengan
hubungan antara struktur administrasi mereka dan yang pada akhirnya menjadi
suatu struktur administrasi kolonial. Pendidikan modern, transportasi dan
terutama sekali struktur administrasi distrik diciptakan oleh Inggris pada abad
ke-19 ketika mereka menjajah India. Selain itu Isi pembaharuan mereka
diantaranya menghilangkan taqlid sekalipun pendapat empat imam besar, melawan
penjajahan barat, pembaharuan pendidikan yaitu mementingkan ilmu dan teknologi
juga menghargai kebebasan akal, tidak memusatkan pada ibadah dan akherat saja,
membuka kembali pintu ijtihad, dan emansipasi wanita.[8]
Para penerusnya itu ialah tokoh-tokoh pemikir gerakan Mujahidin (Syah Abdul
Aziz dan Sayyid Ahmad Syahid), Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) dengan gerakan
Aligarhnya yang mewakili kepentingan elit bahasa Urdu dan bangsawan Muslim di
India akhir abad ke-19. retorika gerakan ini berfokus pada reformasi
pendidikan.[9]
Sayyid Amir Ali (1849-1928), Muhammad Iqbal (1876-1938) yang menawarkan formula
baru tentang hubungan Islam dan Negara dalam berbagai dimensi.[10]
Ali Jinnah (1876-1948), dan Abu Kalam Azzad (1888-1916).. [11]
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari penjelasan diatas dapat
disimpilkan, bahwa periode pemikiran pembahruan Islam terbagi menjadi dua, yaitu;
periode pra modern dan periode modern. Timbulnya pemikiran pembaharuan lebih
disebabkan kekalahan umat Islam dengan Negara Barat, baik militer, ekonomi,
pendidikan dan politik. Hal inilah yang membuat para pemikir muslim gerah dan
berusaha berfikir dengan menggunakan metode Barat.
Pembagian periode pemikiran
pembaharuan Islam yang kita bahas pada makalah ini berbeda dengan pembagian
periode menurut Fazlur Rahman. Ia membagi periode pemikiran pembaharuan Islam
menjadi empat bagian, yaitu; revivalisme pra-modernis, modernisme klasik,
neo-revivalisme dan neo-modernisme.
B. Daftar Rujukan
1.Abdullah, Taufik [et.al],
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran Dan Peradaban, vol. 4 cet. III
(Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005)
2.Cooper, John, Ronald L. Nettler,
Mohamed Mahmoud. Pemikiran Islam, cet. I (Jakarta; Erlangga, 2002)
3.Saefuddin, A.M [et.al],
Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, cet. IV (Bandung; Mizan, 1998)
4.S. Ahmed, Akbar, Rekonstruksi
Sejarah Islam: Ditengah Pluralitas Agama Dan Peradaban, cet. II (Yogyakarta;
Fajar Pustaka Baru, 2003)
5.Irwandar, Dekonstruksi Pemikiran
Islam: Idealitas Nilai dan Realitas Empiris, cet. I (Yogyakarta; Ar-Ruzz Media
Press, 2003)
[1]
Taufik Abdullah [et.al], Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran Dan
Peradaban, vol. 4 cet. III (Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005) hal: 9
[2]
Ibid, hal: 395
[3]
Akbar S. Ahmed, Rekonstruksi Sejarah Islam: Ditengah Pluralitas Agama Dan
Peradaban, cet. II (Yogyakarta; Fajar Pustaka Baru, 2003) hal:155
[4]
John Cooper, Ronald L. Nettler, Mohamed Mahmo ud. Pemikiran Islam, cet. I
(Jakarta; Erlangga, 2002) hal: XV
[5]
A.M. Saefuddin [et.al], Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, cet. IV
(Bandung; Mizan, 1998) hal: 177
[6]Op.
cit. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran Dan Peradaban, hal:
397-401
[7]
Ibid, hal: 402-406
[8]
Op.cit. Rekonstruksi Sejarah Islam: Ditengah Pluralitas Agama Dan Peradaban,
hal: 154
[9]
Op.cit. Pemikiran Islam, hal: 2
[10]
Irwandar, Dekonstruksi Pemikiran Islam: Idealitas Nilai dan Realitas Empiris,
cet. I (Yogyakarta; Ar-Ruzz Media Press, 2003) hal: 146
[11]Op.cit.
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran Dan Peradaban, hal: 407-412
http://prilam.wordpress.com/2010/01/27/pembaharuan-dalam-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar