Minggu, 10 Maret 2013

PEMBARUAN DIN-I-LAHI



BAB I
PENDAHULUAN
Membicarakan India pada masa kejayaan Islam tak lepas dari sejarah dinasti Mughal (1526-1720). Begitu pula membicarakan dinasti Mughal tak lepas dari masa kejayaannya pada masa Sultan Akbar (1560-1605).  Dalam masa inilah muncul gagasan dari Akbar yang selalu dibicarakan dalam sejarah Islam, terutama dalam kawasan India. Din-i-Ilahi, istilah yang digunakan mayoritas ahli sejarah adalah produk pemikiran Akbar yang ditentang oleh sebagian kelompok umat Islam waktu itu.

BAB II
PEMBAHASAN

Akbar memulai pemerintahannya sebagai seorang Islam ortodoks yang taqwa. Dia menunaikan sholat lima waktu dalam berjama’ah, sering melakukan adzan dan kadang kala dia sendiri yang membersihkan masjid. Dia sangat menghormati dua pemimpin agama utama di istana : Makhdum-ul Mulk dan Syech Abdul Nabi.
Makhdum-ul Mulk, yang penah menjadi tokoh penting dalam masa awal pemerintahan dinasti Surs, menjadi lebih berkuasa pada masa awal pemerintahan akbar. Syech Abdul Nabi yang diangkat menjadi sadr-il-sudur tahun 1565, di beri otoritas yang tidak pernah memegang jabatan lain menikmatinya. Akbar pergi ke rumah keduanya untuk mendengarkan keterangan tentang sabda-sabda Nabi saw dan dia menyerahkan Pangeran Salim di bawah asuhannya.
Dia kemudian membangun Ibadat Khana, Rumah ibadat yang digunakan untuk diskusi agama. Sejak remaja Akbar senang bergaul dengan masyarakat terpelajar dan orang-orang jenius. Dia mendengarkan percakapan mereka tentang ilmu pengetahuan, sejarah kuno dan modern, agama serta sekte-sektenya dan semua persoalan urusan keduniaan dan memperoleh hasil yang baik dari apa yang didengarkan itu.
Pertemuan pada Ibadat Khana yang telah diatur oleh Akbar itu adalah karena semangat agamanya yang ikhlas, tetapi sayang pada akhirnya merekalah yang menjauhkannya dari kaum ortodoks Islam. Hal ini adalah kesalahan mereka yang menghadiri diskusi itu.
Saling menuduh di antara ulama itu menjadikan Akbar menjauhi meraka. Barangkali yang menyebabkan adanya keretakan antara ulama dan Akbar ialah tentang interpretasi dan pelaksanaan hukum Islam yang menjadi undang-undang negara adalah wewenang ulama.
Syech ini, yang mempunyai pikiran bebas, menerangkan bahwa menurut undang-undang Islam, jika ada pertikaian pendapat antara ahli hukum, maka kepala pemerintahan Islam mempunyai otoritas dan berhak memilih salah satu pendapat, dan pilihannya itu sangat menentukan. Lalu dia menyusun dokumen yang sangat penting, yang argumen-argumennya dikutip dari al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Isi dari dokumen itu antara lain adalah …… Sesungguhnya, orang yang paling dekat kepada Tuhan di hari Kebangkitan ialah Imam yang adil. Siapa saja yang mematuhi Amir, berarti dia mematuhi aku dan barang siapa yang memberontak terhadapnya, berarti dia memberontak terhadap aku,…………
Dengan keluarnya dokumen ini, justru Akbar memperoleh pegangan yang sah untuk menetapkan persoalan agama, keunggulan intelek Imam ditetapkan dan oposisi tidak berdaya lagi. Dengan demikian dapat dikatan bahwa dokumen itu merupakan “Infallibility Decree of 1579” atau “Dekrit Tidak Dapat Berbuat Salah 1579”.
Setelah itu, Akbar mengumumkan secara formal agama barunya Din-i-Lahi. Akbar mengumumkan suatu pembaharuan yang luar biasa yang direncanakan sebagai alat politik : yaitu sijda atau sujud diperintahkan untuk dilaksanakan dalam menghadap raja, sebab hal itu cocok bagi raja, tetapi istilahnya diganti dengan zaminbos.
Dengan diumumkannya sijda ini, maka resmilah Sultan Akbar membentuk suatu kepercayaan baru yang bernama Din-i-Lahi.[1]
Untuk menarik hati rakyat dia menetapkan suatu dekrit yang berisikan 12 fasal yang masih berhubungan dengan Din-i-Ilahi, seperti larangan pemungutan zakat, larangan penyembelihan binatang-binatang pada hari tertentu, dan penghormatan yang diberikan kepada hari Minggu.[2]
Berikut ini adalah beberapa pokok ajaran Din-I-Lahi :
1.Cara menjadi pengikut Din-i-Ilahi Akbar menerima para kandidat pada hari Ahad, ketika matahari bersinar tepat tengah hari. Pertama kali seorang kandidat diperkenalkan Abu al-Fadl, sebagai ulama tertinggi. Kemudian kandidat dengan turban (serban) di tangannya, meletakkan kepalanya di kaki Akbar (sijdah). Akbar kemudian membangunkan kandidat tersebut kemudian meletakkan turban tersebut kembali ke atas kepalanya. Setelah itu Akbar memberikan shast (cincin/ gambar Akbar) yang bertuliskan Nama Tuhan serta kalimat Allah Akbar.
2.Diantara aturan Din-i-Ilahjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
a)Para anggota Din-i-Ilahi, ketika berjumpa dengan sesama anggotanya harus mengucapkan Allah Akbar, dan sebagai jawabnya ialah Jalla Jallaluh. Motif Akbar menetapkan bentuk salam ini adalah untuk mengingatkan manusia agar mereka memikirkan asal kejadiannya, dan menjaga ketuhanan tetap hidup dan selalu diingat.
b)Sebagai ganti dari makanan yang biasa diberikan untuk memperingati seseorang yang telah meninggal, masing-masing anggota harus mempersiapkan makanan selama masa hidupnya. Dengan demikian dia mengumpulkan persiapan untuk perjalanannya yang terakhir
c)Setiap anggota harus mengadakan pesta pada hari ulang tahunnya dan memberikan sedekah. Dengan demikian ia mempersiapkan bekal untuk perjalanan yang panjang.
d)Setiap anggota harus berusaha tidak memakan daging sapi. Mereka boleh membiarkan orang lain memakan daging tanpa dia sendiri menyentuhnya. Selama bulan kelahirannya mereka tidak boleh mendekati daging. Mereka tidak boleh menggunakan tempat yang sama yang pernah dipakai oleh tukang daging, penangkap ikan serta penangkap burung.
e)Setiap anggota tidak boleh menikahi wanita tua dan gadis-gadis belum akil baligh.
f)Setiap anggota diharapkan untuk mengorbankan harta benda, kehidupan, kehormatan serta agamanya untuk pengabdian kepada sultan.[3]



















BAB III
KESIMPULAN
Akbar memulai pemerintahannya sebagai seorang Islam ortodoks yang taqwa. Dia kemudian membangun Ibadat Khana, Rumah ibadat yang digunakan untuk diskusi agama. Sejak remaja Akbar senang bergaul dengan masyarakat terpelajar dan orang-orang jenius. Dia mendengarkan percakapan mereka tentang ilmu pengetahuan, sejarah kuno dan modern, agama serta sekte-sektenya dan semua persoalan urusan keduniaan. Sultan Akbar kemudian membentuk suatu kepercayaan baru yang bernama Din-i-Lahi.
Pokok ajaran Din-I-Lahi antara lain : untuk menjadi anggota harus melalui proses dan tata cara yang khusus, saat berjumpa dengan sesama angggota harus mengucapkan salam, pesta ulang tahun setiap tahun, tidak makan daging sapi, tidak menikahi wanita tua dan tidak boleh bergaul dengan perempuan yang belum akhil baligh, diharapkan mengorbankan harta untuk sultan.


DAFTAR PUSTAKA
Umar Asasuddin Sokah, Din-I-Lahi Kontroversi Keberagaman Sultan Akbar Agung, (Yogyakarta : ITTAQA Press) 1994


[1] Umar Asasuddin Sokah, Din-I-Lahi Kontroversi Keberagaman Sultan Akbar Agung, (Yogyakarta : ITTAQA Press) 1994. Hal 67

Tidak ada komentar:

Posting Komentar