Senin, 11 Maret 2013

SAYYID AHMAD KHAN

A.    PENDAHULUAN

Di waktu Inggris telah memulai menanam kekuasaannya di India dan kemajuan peradaban Barat telah mulai dirasakan rakyat India, baik yang beragama Islam maupun yang beragama Hindu. Tetapi diantara kedua umat tersebut orang-orang Hindu lah yang lebih banyak dipengaruhi oleh peradaban baru itu, sehingga orang Hindu lebih maju dari orang Islam dan lebih dapat bekerja di kantor-kantor Inggris.
Keterbelakangan umat Islam di segi-segi vital interval sangat menonjol; kebodohan dari segi Iptek, kemiskinan ekonomi, ketertinggalan dalam peran-peran politik pemerintahan, bahkan dari segi agama pun terlihat kejumudan dan kemadegan berpikir, terutama berpikir rasional.
Gambaran keadaan umat Islam umumnya dalam dimensi teologi rasional kurang berkembang dengan baik, akidah Islam yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah sangat sapuh. Praktek teologi yang sangat akultiratif dengan budaya asli Hindu justru lebih menonjol. Gambaran pemuliaan yang sangat berlebihan terhadap syikh tarekat baik semasa ia masih hidup maupun sesudah wafat sungguh merupakan fenomena umum, sehingga kadang-kadang mengarah kepada pengultusan secara individu. Permohonan doa tidak langsung kepada Tuhan melainkan melalui perantara tidak langsung kepada Tuhan melainkan melalui perantara tokoh sufi (tarekat) yang dimuliakan tersebut.

Begitu pula soal peribadatan dan fikih rasional kurang mendapat tempat. Pintu ijtihad sebagai lambang supremasi kemajuan pemahaman hukum Islam secara khusus tidak menjadi dorongan yang kuat untuk menggali keluasan wawasan keagamaan, dengan kata lain ijtihad mengalami ketertutupan rapat sehingga untuk mendapatkan konsep pemahaman hukum yang lebih dinamis, berwawasan luas dan kematangan intelektual secara syari’at jelas kurang memungkinkan. Umat Islam India seakan cukup merasa puas dengan bertaklid kepada mazhab-madzhab fiqh yang sudah mapan dari warisan abad kedua dan ketiga Hijriah.
Fenomena begitu selama beberapa abad telah memberikan potret yang suram dalam kebangkitan peradaban intelektual, bahkan ketika Inggris berkuasa di India pun umat Islam di sana cukup lama terbelenggu dalam dunia penjajahan, yang seakan mereka tidak merasa dirampas kemerdekaannya. 
Pada masa itulah seorang tokoh pembaharu dan pemikir modern Islam. Dia adalah Sayyid Ahmad Khan.
Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 17 Oktober 1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah bin Ali. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar Istana di zaman Alamghir II (1754 - 1759). la mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping bahasa Arab ia juga belajar bahasa Persia dan sejarah.  Ia orang yang rajin membaca dan selalu memperluas pengetahuan enggan menelaah berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sewaktu berusia delapan belas tahun ia memasuki lapangan pekerjaan pada Serikat India Timur. Kemudian ia bekerja pula sebagai hakim. Tetapi di tahun 1846 ia pulang kembali  ke Delhi untuk meneruskan studi. Selain pekerjaan itu, ia iga amat cakap dalam menulis dan mengarang. Salah satu karyanya yang mengantarkan namanya menjadi terkenal adalah Ahtar Al-Sanadid.
Untuk itu dalam makalah ini penulis akan memaparkan mengenai tentang sejarah hidup, aktivitas serta pemikiran-pemikiran Sayyid Ahmad Khan dalam melakukan pembaharuan modern dalam Islam di India.


B.    PEMBAHASAN

1.    Biografi Sayyid Ahmad Khan

Sayyid Ahmad Khan idalah seorang penulis, pemikir dan aktivis politik modernis Islam India. la dilahirkan di Delhi pada lahun 1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein ibn Ali ibn Abi Thalib. la mendapat pendidikan agama, bahasa Arab, dan bahasa Persia. Ia orang yang rajin membaca dan memperluas pengetahuan melalui membaca buku berbagai ilmu pengetahuan.
Pendidikan formal Ahmad Khan, menurut John L. Esposito, sangar tradisional dan tidak terselesaikan.  Dia berhenti dari sekolah formal pada usia 18 tahun. Pendidikan tradisional yang diperolehnya tidak komprehensif dan intensif. Hal ini kemudian menjadi sasaran ejekan para kritikus konservatif, yang menganggapnya tidak memenuhi kompetensi untuk melakukan modernisasi Islam. Namun, justru kelemahan itulah yang merupakan kekuatan nyatanya: tidak terbelenggu oleh disiplin pendidikan tradisional yang kaku, dan melalui studi personal dan pengkajian mandiri, dia mendapatkan cakrawala baru dalam kreativitas intelektual dan
meletakkan landasan bagi tafsiran modern terhadap Islam.
Sewaktu berusia 18 tahun, ia bekerja pada Serikat India Timur kemudian menjadi hakim, tetapi di tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi. Di masa pemberontakan 1857, ia banyak berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan dan dengan demikian banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap ia telah
banyak berjasa bagi mereka dan ingin membala. jasanya, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggris kepadanya ia tolak. Gelar Sir yang kemudian diberikan kepadanya dapat ia terima. Hubungannya dengan Inggris menjadi baik dan ini ia pergunakan untuk kepentingan umat Islam India. Memang Ahmad Khan termasuk tokoh yang membangun hubungan baik kalau tidak disebut loyal pada penjajah Inggris. la berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India dapat diwujudkan hanya dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa yang terkuat di India, dan menentang kekuasaan itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh tertinggal dari masyarakat Hindu India.
Tidak lama setelah tahun 1857, Ahmad Khan menjalankan tiga proyek, yaitu:
a)    memprakarsai dialog untuk menciptakan saling pengertian antara kaum muslim dan Kristen;
b)    mendirikan organisasi ilmiah yang membantu kaum muslim untuk memahami kunci keberhasilan Barart;
c)    menganalisis secara objektif penyebab pemberontakan 1857.

2.    Pemikiran Ahmad Khan

Pada tahun 1859, tenaga dan pikirannya dicurahkan untuk meningkatkan kehidupan umat di bidang intelektual, politik dan ekonomi melalui pendidikan. Sarana ini efektif untuk mengubah sikap mental masyarakat. Karena perannya ini, Ahmad Khan melihat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban klasik telah hilang dan celah timbul peradaban baru di Barat. Dasar peradaban baru ini adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah yang menjadi sebab utama bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat.
Kendati Ahmad Khan sendiri dididik dalam sekolah tradisional, ide-ide pendidikan yang dilontarkannya bercorak modern, yaitu berupa sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang mengajarkan sains tanpa melupakan pengajaran agama dan institusi-institusi lainnya. Begitu besar perhatian Ahmad Khan di bidang pendidikan ini sehingga Baljon, seorang Prancis menyebutnya sebagai pembaharu pendidikan dan peletak dasar modernisme Islam di India.

3.    Aktivitas / Pembaharuan Oleh Sayyid Ahmad Khan

1)    Mengenai Akal / Aliran Kalam
Pemikiran Ahmad Khan di bidang keislaman antara lain ia melihat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradab Islam klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di Barat. Dasar peradaban baru ia ialah iptek. Barat dan bangsa Eropa mengolah demikian rupa iptek untuk memudahkan dan mewujudkan keinginan-keinginan mereka, termasuk dalam hal ketika mereka mau menaklukkan umat Islam, tentu dapat dengan mudah umat Islam tidak memiliki kelebihan di bidang yang mereka kuasai.
Iptek modern adalah hasil olah pemikiran manusia. Oleh karena itu akal di dunia Barat mendapat penghargaan yang tinggi. Untuk itu, kalau umat Islam mau maju juga harus menghargai akal pikiran. Dalam persoalan ini, Sayid Ahmad Khan sangat menghargai akal pikiran rasional. Walaupun ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal yang dianggapnya masih terbatas, namun dalam hal kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan perbuatan, akan diserahkan sepenuhnya kepada manusia itu sendiri. Dengan kata lain ia mempunyai paham Qodariah (free will and free act) dan tidak paham Jabariah atau fatalisme. Manusia, demikian pendapatnya, telah dianugerahi Tuhan daya kekuatan, di antaranya daya berpikir, yang disebut akal, dan daya fisik untuk mewujudkan kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mewujudkan daya yang dimilikinya sesuai dengan apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Dengan paham itu, manusia wajar bertanggung jawab kepada Tuhan atas apa yang ia ia lakukan.
Dalam menghadapi pemikiran modern yang membawa kemajuan Barat, Ahmad Khan merasakan akan perlunya teologi modern yang dapat mempertahankan  atau membela Islam semaksimal mungkin dengan memberikan wawasan tentang ajaran Islam yang prinsipil. Hal itu dirasakan sebagai kewajiban yang perlu dilakukan. Karena itu, ia berupaya menjawabnya dengan mengadakan interpretasi baru terhadap paham keagamaan sekalipun sudah dianggap baku dan absolut, dengan merasionalisasi dogma-dogma yang relatif tidak penting dan meliberalisasi hukum melalui reinterpretasi Al-Qur'an. Studi kritis Hadis dan mengkaji ulang hukum telah dirumuskan para fuqaha’. Hal ini dilakukan karena berdasarkan penelitian Ahmad Khan, tidak ada tafsir yang disusun secara kronologis dan klasifikatif yang dapat memandu umat ke masa depan atau yang menjelaskan bahwa Al-Qur' an merupakan referensi final untuk menjawab problema-problema yang mungkin dihadapi oleh masyarakat Islam yang berbeda dengan Arab abad VII.
Tafsirnya yang kontroversial adalah mengenai hukum alam yang di dalam Al-Qur'an disebut sunnatullah. Alam, menurut Ahmad Khan, berjalan dan beredar sesuai dengan hukumnya yang telah ditentukan Tuhan; segalanya di alam ini terjadi menurut sebab akibat. Dalam lima belas prinsip dasar tafsirnya dinyatakan bahwa sekalipun sifat-sifat Tuhan itu tidak terbatas dalam kebijaksanaan dan kebebasannya, Tuhan menciptakan hukum alam dan kemudian memeliharanya sebagai disiplin terhadap ciptaan-Nya dan eksistensi-Nya. Oleh karena itu, tidak ada dalam Al-Qur an yang bertentangan hukum alam; dengan kata lain, antara hukum alam sebagai ciptaan Tuhan dan Al-Qur an sebagai sabda-Nya mesti sejalan.
la percaya bahwa setap makhluk Tuhan telah menentukan tabiat atau naturnya. Natur yang ditentukan Tuhan ini dalam Qur’an tidak berubah. Islam adalah agama yang mempunyai paham hukum alam (hukum alam buatan Tuhan).
Sehubungan dengan pendapat hukum alam ini, Ahmad Khan mendapatkan kritik dan tuduhan sebagai naturalis serta kafir, karena ia dianggap tidak lagi yakin akan adanya Tuhan. Di samping dari kalangan ulama tradisional India, kritik itu datang juga dari Jamaluddin al-Afghani dengan bukunya Al Radd ala Dahriyyin (jawaban bagi kaum materialis). Banyaknya kritik itu karena Ahmad Khan mengadakan studi kritis terhadap konsep-konsep tradisional sekalipun telah dianggap baku dan absolut seperti konsep malaikat dan mukjizat.
Empat pendiri Mazhab hukum, kata Ahmad Khan sebenarnya telah mampu menyumbangkan pikiran orisinalnya dalam menjawab persoalan-persoalan hukum pada masanya.
 Sayangnya, hasil pikiran itu dianggap final dan tuntas sehingga enggan untuk diteliti kembali sesuai dengan problema-problema baru. Kondisi yang demikian ini dalam pandangan Ahmad Khan harus diubah dengan menggalakkan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat berubah itu. Studi kritis terhadap hadis sebagai sumber hukum kedua perlu dikembangkan, karena sangat banyak jumlah hadis yang tidak dapat dipercaya kebenarannya; bahkan dalam hal ini, kesimpulan Ahmad Khan tidak jauh berbeda dengan konklusi orientalis seperti Ignas Goldziher dan Joseph Schacht.

2)    Dalam Bidang Hukum
Pemikiran hukum Ahmad Khan antara lain adalah tentang tindak pidana. Hukum potong tangan bagi pencuri, misalnya, bukanlah suatu hukum yang harus dijalankan, melainkan merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam kondisi tertentu karena di samping potong tangan ada hukum penjara bagi pencuri. Hukum rajam bagi yang melakukan zina, menurutnya tidak terdapat dalam Al-Qur'an, tetapi berasal dari tradisi Yahudi dan telah dimasukkan dalam praktek Islam dari sumber luar. Al-Qur'an menurutnya lebih sesuai dengan tuntutan modern yang tidak menyatakan hukum rajam.
Hukum perkawinan juga menjadi perhatiannya. Poligami, menurutnya, bukan dasar bagi sistem perkawinan dalam Islam. Dasar bagi sistem perkawinan dalam Islam adalah monogami. Poligami bukan merupakan anjuran, tetapi diperbolehkan dalam kasus-kasus tertentu.
Hukum lain yang terdapat dalam Al-Qur'an, yakni potong tangan bagi pencuri. Dalam pandangan Ahmad Khan, hukuman itu bukan suatu hukum yang wajib dijalankan, melainkan hanya merupakan hukum maksimal yang dijalankan dalam keadaan tertentu. Di samping hukum potong tangan, kata Ahmad Khan, masih ada hukum penjara bagi pencuri.
Perbudakan yang disebut dalam Al-Qur'an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Mekkah, perbudakan tidak perbolehkan lagi dalam Islam.
Dalam memandang doa, Ahmad Khan mengatakan bahwa tujuan sebenarnya dari doa adalah merasakan kehadiran Tuhan; dengan kata lain doa diperlukan untuk urusan spiritual dan
ketenteraman jiwa. Pengertian bahwa tujuan doa adalah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan doa, menurut Khan, tidak pernah dikabulkan Tuhan.

3)    Bidang Politik
Kondisi politik India, khususnya abad penengahan 19, sangat mewarnai pemikiran politik Ahmad Khan. Hal ini bukan saja menimpa keluarganya, melainkan juga karena kepentingan umatnya. Sebagaimana dimaklumi bahwa setelah pemberontakan 1857, posisi kaum muslimin di mata pemerintah Inggris sangat sulit. Potensi pemberontakan umat Islam dalam pandangan Ahmad Khan sangat berbahaya sehingga umat Islam akan mendapatkan tekanan. Oleh karena itu, Ahmad Khan menjelaskan bahwa pemberontakan itu bukan merupakan jihad. Kaum muslimin tidak punya alasan religius untuk melawan pemerintah, selama mereka diberikan kebebasan untuk menjalankan ajaran agama.
Ide-ide Ahmad Khan kemudian diwujudkan oleh para penerusnya setelah ia wafat, antara lain dengan adanya Gerakan Aligarh. Pusatnya adalah sekolah Muhammad Anglo Oriental College (MAOC) yang didirikan Ahmad Khan. Setelah ditingkatkan, sekolah itu menjadi universitas dengan nama Universitas Islam Aligarh. Perguruan tinggi ini meneruskan tradisi sebagai pusat gerakan pembaruan Islam di India. Gerakan inilah yang menjadi penggerak utama bagi terwujudnya pembaruan di kalangan umat Islam India. Tanpa adanya gerakan ini, ide-ide pembaruan selanjutnya seperu yang dicetuskan oleh Amir Ali, Muhammad Iqbal, Abul Kalam Azad dan lainnya sukar untuk muncul. Gerakan inilah yang meningkatkan umat Islam India dari masyarakat yang mundur menjadi masyarakat yang bangkit menuju kemajuan. Pengaruhnya terasa benar di golongan inteligensia Islam India. Setelah Sayyid Ahmad Khan menghadapi masa tua, pimpinan MAOC pindah ke tangan Sayid Mahdi All, dan para penerusnya seperti Nawab Muhsin Mulk dan Viqar Mulk.
Setelah Sayid Ahmad Syahid meninggal dunia, para pengikutnya sebagian ada yang meneruskan perjuangan gerakan mujahidin, sebagiannya lagi lebih memilih cari cara damai dan moderat mengadakan dengan Inggris yaitu dengan membuka lebih luas lapangan pendidikan. Mereka dari lapangan kedua inilah kemudian mendirikan sejumlah lembaga pendidikan tinggi atau universitas. Mereka selalu berusaha memajukan rakyat India secara umum juga memajukan umat Islam di bidang penguasaan iptek. Selain tentu saja lapangan agama semakin digalakkan pengkajiannya.
Satu hal yang jadi anutan dalam jihad yang digelorakan Ahmad Syahid adalah tumbuhnya bintik-bintik nasionalisme yang mempunyai arti besar bagi kesadaran rakyat dan muslim India. Mereka pun akhirnya terbuka kesadarannya bahwa selama ini Inggris yang kadang-kadang memberikan fasilitas buat rakyat India hanya semacam kedok untuk menarik simpati rakyat India agar mereka tidak merasa dijajah. Namun berkat adanya perlawanan dari gerakan Mujahidin telah membuka mata rakyat India dan terutama kaum muslimin untuk semakin mantap menancapkan cita-cita nasionalisme mereka.

C.    PENUTUP

Dari hasil pemaparan makalah di atas, maka dapat penulis ambil kesimpulan sebagai berikut :
1.    Ahmad Khan adalah pemikir pembaru Islam di India yang peduli terhadap kemajuan umat Islam India. Dapat dikatakan bahwa dia adalah pelopor modernisasi Islam di India.
2.    Pemikiran Ahmad Khan antara lain adalah dalam bidang pendidikan, ia ingin kaum muslim India tidak sekadar belajar ilmu agama tetapi juga sains; dalam bidang teologi, ia lebih dekat kepada paham Qadariyah; dalam bidang politik ia menjalin kerja sama dengan Inggris tanpa konfrontasi dengannya; sedangkan dalam bidang hukum, ia berpendapat bahwa dasar perkawinan dalam Islam adalah monogami, hukum potong tangan dalam Qur'an adalah hukum maksimal, dan perbudakan hanya boleh sebelum futuh Mekkah.
3.    Ahmad Khan dan pemikirannya menjadi inspirasi bagi penerusnya untuk melakukan gerakan pembaruan Islam di India. Wujud dari inspirasi itu adalah adanya Gerakan Aligarh di India yang kemudian menjadi basis pembaruan pemikiran Islam di India. Gerakan ini kemudian mendirikan Universitas Islam Aligarh di India sebagai pusat pendidikan calon intelek yang berwatak modern.







DAFTAR PUSTAKA

Abdul Sani, Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta : Raja Grafindo, 1998), edisi I, cet. I.
Abu Ali An-Nadawi, Pertentangan Alam Pikiran Islam dengan Alam Pikiran Barat, terjemahan Mahyudin Syaf, (Bandung : Al-Ma’arif, 1995).
Ahmad Amin, Zu’ama al-ishlah, fi al’Ashr al-Hadits, Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1979.
Harun NAsution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1998).
Jhon L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung : Mizan, 2001).
JMS. Baljon,  (ed) “Ahmad Khan” dalam Gibb, dkk ., The Ensiklopedy of Islam, (Leiden:EJ.Brill,1986).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar