BAB I
PENDAHULUAN
Malapetaka
kehancuran mulai melanda istana ketika pemuka-pemuka Daulah Umayyah memecat
al-Mu’ayyad dari jabatan khalifah, karena ia bersedia memberikan jabatan
tertinggi negara itu kepada al-Nashir li Dinillah sepeninggalnya kelak.
Mulai saat itu perrebutan kursi khalifah sudah tidak dapat dihindari. Dalam
tempo 22 tahun terjadi 14 kali pergantian khalifah.
Wazir Abu al-Hazm ibn Jahwar memaklumkan penghapusan khalifah
untuk selamanya, karena dianggap tidak ada lagi orang yang layak atas
jabatan itu. Di atas puing-puing kehancuran Daulah Umayyah Andalusia memasuki
babak baru yang dikenal dengan periode Muluk al-Thawaif.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
Khalifah Umayyah meninggalkan lebih dari 20 penguasa di
20 daerah atau kota. Para penguasa ini terbagi menjadi kelompok Barbar, Sicilia
dan Arab. Antar sesama mereka terjadi pelbagai pertempuran yang tak segera
padam. Para raja lemah ini memberikan raja-raja Kristen ambil bagian dan masuk
menyerbu ke negara-negara mereka. Mereka sibuk melakukan pertempuran internal.
Orang Kristen mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan dalam memenangkan
peperangan yang terjadi antar sesama mereka. Mereka saling berebut untuk
mendapatkan bantuan dari Kristen.
Persaingan antar sesama raja mendorong mereka untuk
mengangkat sedemikian tinggi kedudukan para penyair, sastrawa dan tukang hibur.
Sayangnya, ini dilakukan bukan karena cinta kepada sastra tetapi merupakan cara
mereka untuk saling mengalahkan dan berusaha meraih popularitas murahan.[2]
Sejak
Hisyam II berkuasa, para pembesar istana memainkan peranan semena-mena. Sebab
khalifah masih kecil dalam memimpin kekuasaan. Tanpa disadari muncullah
dinasti-dinasti kecil yang menyatakan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari
kekuasaan pusat di Cordova. Saat itu salah satu orang yang mendudukkan Hisyam
menjadi Khalifah adalah Abul Hazam ibn Jauhar. Akan tetapi, di kemudian hari ia
melawannya, karena khalifah tidak memiliki kuasa akibat pengaruh penggawa
istana yang lain. Selain itu kekuasana yang absolut dan sakral menjadikan
istana bertindak semena-mena terhadap rakyat. Hal inilah yang mengilhami
berdirinya al-Muluk al-Thawaif, termasuk berdirinya republik. Saat
itulah Abul Hazam melahirkan dinasti baru, Banu Jahwar (1031 – 1070) sekaligus
menjadi presiden Republik Cordova.sebelumnya di Malaga dan Algesiras berdiri
dinasti Banu Hammud (1010 – 1057) sedangkan di Granada juga berdiri Dinasti
Bnai Dziri. Selanjutnya berdirilah penguasa Slave Ruler di Murcia, Denia dan
Kepulauan Balear (1013 – 1115). Kemudian Banu Hud di Saragosa (1010 – 1118).
Juga terdapat dinasti baru, Banu Dzu al-Nun (1035 – 1085) di Toledo dan Banu
‘Abbad (1023 – 1091).
Di Seville semasa Ibnu ‘Abbad, penguasa yang terkenal
adalah Muhammad II, seorang ilmuwan dalam bidang kesustraan dan puisi. Ia lebih
suka memuat puisi dan tinggal di istana. Meskipun periode ini maju, namun
tentaranya kalah dalam menghadapi serangan Kristen, akhirnya seluruh Andalusia
jatuh ke tangan orang asing. Meskipun dinasti-dinasti tersebt berdiri sendiri
dan merdeka, akan tetapi ilmu pengetahuan tetap berkembang dengan pesat. Dengan
demikian, semakin memperlemah kedudukan Islam di Andalusia. Oleh karena itu,
selang beberapa waktu kemudian masuklah kekuatan dari Afrika Utara.[3]
Pemimpin kaum
Murabittun, Yusuf bin Tasyfin, menyeberang laut dan Jabal Thariq demi
kehormatan kaum muslimin di Andalusia. Dalam pertempuran Zalaqoh pada
tahun 439 H / 1087 M, ia meraih
kemenangan besar dan menghancurkan pasukan Kristen. Suatu hasilnya adalah
memperpanjang usia Islam untuk beberapa waktu di Andalusia.
Yusuf bin Tasyfin kemudian tahu bahwa raja-raja Thawaif
ini tidak sepantasnya bercokol di perlbagai pusat kekuasaan di Andalusia. Ia
menerima seruan dan fatwa dari para ulama. Yusuf bertindak dan ternyata memang
dapat menguasai Andalusia. Ia mengatur raja-raja Thawaif yang takut akan
kehadirannya ini dan sebagian dari mereka yang Kristen memuliakannya. Di kota
Aghmat, Maghrib Al-Aqsha, Ibnu ‘Ibbad. Menghabiskan hari-hari terakhirnya
sebagai orang fakir dan terhina yang tidak punya apa-apa untuk mencukupi
kebutuhannya.[4]
Kekuasaan Daulah Murabittun di Spanyol
Dinasti Murabittun pada awalnya adalah sebuah paguyuban
militer keagamaan yang didirikan pada paruh abad ke-11 oleh seorang muslim yang
saleh yang bernama ribat. Anggota-anggota pertamanya teruutama berasal
dari Lamtunah. Yusuf ibn Tasyfin adalah salah seorang pendiri kekaisaran
Murabittun, pada 1062 membangun kota Maroko, yang menjadi ibu kota
pemerintahannya dan para penerusnya. Di Spanyol lebih memilih kota Seville
daripada Kordova, sebagai ibukota kedua, Para raja Murabittun mempertahankan
semua otoritas penguasa dan menyandang gelar amir al-muslimin. Koin dinr
Murabitun belakangan mencantumkan gelar amir al-muslimin di bagian
depan, merjuk pada khalifah Abbasiyah yang memakai gelar imam di bagian
belakangnya.[5]
Yusuf membawa kejayaan dalam pelbagai bidang. Namun,
setelah Yusuf wafat, Andalusia mengalami kemerosotan. Putranya yang lahir di
Andalusia menikah dengan seorang perempuan Nasrani, menyebabkan simpati di
kalangan muslim menurun. Akhirnya Daulah in ditaklukkan oleh al-Muwahiddun dari
Afrika Utara.[6]
Kekuasaan Daulah Muwahhidun
Dinasti Muwahhidun di Spanyol (1090 - 1147) berumur
pendek. Ia melengkapi lingkar nasib kerajaan-kerajaan Asiatik dan Afrika :
oligarki militer yang efisien, diikuti kemalasan dan korup, yang mengarah pada
disintegrasi dan kejatuhan. Dinasti Muwahhidun bermula dari sebuah gerakan
agama-politik yang didirikan oleh seorang Berber. Ia adalah Muhammad ibn Tumar
(1078-1130) dari suku Masmuda. Muhammad menyandang gelar simbolis al-Mahdi dan
menyatakan diri sebagai nabi yang di utus untuk memulihkan Islam pada bentuknya
yang murni dan asli. Dia mengajarkan kepada sukunya dan suku-suku liar lainnya
di Maroko. Doktrin Tauhid, keesaan Tuhan dan konsep spiritual tentag Tuhan.
Langkah ini merupakan bentuk protes pada paham antropomorfisme berlebihan yang
telah menyebar di kalangan umat Islam. karena itu pengikutnya disebut
al-Muwahhidun.
Monumen-monumen arsitektur yang berdiri pada masa
al-Manshur termasuk di antaranya monumen luar biasa di Maroko maupun di
Spanyol. Di Seville naiknya al-Manshur ke singgasana ditandai dengan pendirian
menara yang dikenal dengan nama Giralda, sebagai pelengkap untuk sebuah masjid.
Di Maroko, ia membangun Ribath al-Fath yang mencontoh Iskandariyah dan di
Maroko ia membangun sebuah rumah sakit yang dianggap sebagai bangunan yang
tidak ada bandingnya di seluruh dunia.[7]
Dinasti Nashriyah
(1232-1492) yang merupakan keturunan dari suku Khazraj di Madinah, adalah
Muhammad ibn Yusuf ibn Nashr yang lebih dikenal dengan nama Ibn al-Ahmar.
Didalamnya Dinasti Nashriyah membangun sebuah istana yang bisa sejenak bisa
membangkitakan keharuman Spanyol muslim di masa Umayyah. Kemajuan perniagaan
mereka, terutama perdaganga sutra dengan Italia, menjadikan Granada sebagai
kota plaing makmur di Spanyol. Di bawah Dinasti Nashriyah, ibukota menjadi
semacam suaka bagi orang Islam yang menyelamatkan diri dari serangan Kristen.[8] Peride ini dipimpin oleh sebanyak 12 penguasa.
Penguasa XII, yang lbih dikenal dengan julukan al-Jagal, diusir dari Andalusia
oleh kemenakannya sendiri yaitu Buadil. Ia menduduki jabatan sebagai penguasa
atas bantuan Kristen. Ia tidak bertahan lama dalam kekuasaan. Akhirnya pada 2
Januari 1492, Buadil menyerahkan kekuasaan pada Ferdinand dan Isabela.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Setelah hancurnya Daulah Umayyah II di Andalusia, berdiri
beberapa dinasti kecil yang dikenal dengan nama Muluk al-Thawaif. Dalam
perjalanannya, terdapat tiga daulah yang memerintah di Andalusia yakni,
al-Murabithun, al-Muwahhidun dan Dinasti Nasar. al-Murabithun menyandang gelar amir
al-muslimin. Koin dinr Murabitun belakangan mencantumkan gelar amir
al-muslimin.
Ia melengkapi lingkar nasib
kerajaan-kerajaan Asiatik dan Afrika : oligarki militer yang efisien, diikuti
kemalasan dan korup, yang mengarah pada disintegrasi dan kejatuhan. Pendirian
menara yang dikenal dengan nama Giralda, sebagai pelengkap untuk sebuah masjid.
Di Maroko, ia membangun Ribath al-Fath.
Dinasti
Nashriyah. Kemajuannya di perniagaan mereka, terutama perdaganga sutra dengan
Italia, menjadikan Granada sebagai kota plaing makmur di Spanyol.
DAFTAR PUSTAKA
Siti
Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam : Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta
: Lesfi, 2004
M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta :
Pustaka Publisher, 2009
Abdul
Halim ‘Uwais, Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islam, Solo : C.V.
Pustaka Mantiq, 1994
Philip
K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta : Serambi, 2010
[1]
Siti
Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam : Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta
: Lesfi, 2004. Hal. 82
[2]
Abdul Halim ‘Uwais, Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islam, Solo :
C.V. Pustaka Mantiq, 1994. Hal 32
[3] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta :
Pustaka Publisher, 2009. Hal. 242
[4] Abdul Halim
‘Uwais, Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islam. Hal 34
[5]
Philip K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta : Serambi, 2010.
Hal 689
[6] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Hal.244
[7] Philip K.
Hitti, History of the Arabs. Hal. 698
[8] Ibid. hal
700
[9] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Hal 245
Tidak ada komentar:
Posting Komentar