Minggu, 10 Maret 2013

Muluk al-Thawaif



BAB I
PENDAHULUAN
Malapetaka kehancuran mulai melanda istana ketika pemuka-pemuka Daulah Umayyah memecat al-Mu’ayyad dari jabatan khalifah, karena ia bersedia memberikan jabatan tertinggi negara itu kepada al-Nashir li Dinillah sepeninggalnya kelak. Mulai saat itu perrebutan kursi khalifah sudah tidak dapat dihindari. Dalam tempo 22 tahun terjadi 14 kali pergantian khalifah.
            Wazir Abu al-Hazm ibn Jahwar memaklumkan penghapusan khalifah untuk selamanya, karena dianggap tidak ada lagi orang yang layak atas jabatan itu. Di atas puing-puing kehancuran Daulah Umayyah Andalusia memasuki babak baru yang dikenal dengan periode Muluk al-Thawaif.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
            Khalifah Umayyah meninggalkan lebih dari 20 penguasa di 20 daerah atau kota. Para penguasa ini terbagi menjadi kelompok Barbar, Sicilia dan Arab. Antar sesama mereka terjadi pelbagai pertempuran yang tak segera padam. Para raja lemah ini memberikan raja-raja Kristen ambil bagian dan masuk menyerbu ke negara-negara mereka. Mereka sibuk melakukan pertempuran internal. Orang Kristen mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan dalam memenangkan peperangan yang terjadi antar sesama mereka. Mereka saling berebut untuk mendapatkan bantuan dari Kristen.
            Persaingan antar sesama raja mendorong mereka untuk mengangkat sedemikian tinggi kedudukan para penyair, sastrawa dan tukang hibur. Sayangnya, ini dilakukan bukan karena cinta kepada sastra tetapi merupakan cara mereka untuk saling mengalahkan dan berusaha meraih popularitas murahan.[2]
Sejak Hisyam II berkuasa, para pembesar istana memainkan peranan semena-mena. Sebab khalifah masih kecil dalam memimpin kekuasaan. Tanpa disadari muncullah dinasti-dinasti kecil yang menyatakan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari kekuasaan pusat di Cordova. Saat itu salah satu orang yang mendudukkan Hisyam menjadi Khalifah adalah Abul Hazam ibn Jauhar. Akan tetapi, di kemudian hari ia melawannya, karena khalifah tidak memiliki kuasa akibat pengaruh penggawa istana yang lain. Selain itu kekuasana yang absolut dan sakral menjadikan istana bertindak semena-mena terhadap rakyat. Hal inilah yang mengilhami berdirinya al-Muluk al-Thawaif, termasuk berdirinya republik. Saat itulah Abul Hazam melahirkan dinasti baru, Banu Jahwar (1031 – 1070) sekaligus menjadi presiden Republik Cordova.sebelumnya di Malaga dan Algesiras berdiri dinasti Banu Hammud (1010 – 1057) sedangkan di Granada juga berdiri Dinasti Bnai Dziri. Selanjutnya berdirilah penguasa Slave Ruler di Murcia, Denia dan Kepulauan Balear (1013 – 1115). Kemudian Banu Hud di Saragosa (1010 – 1118). Juga terdapat dinasti baru, Banu Dzu al-Nun (1035 – 1085) di Toledo dan Banu ‘Abbad (1023 – 1091).
            Di Seville semasa Ibnu ‘Abbad, penguasa yang terkenal adalah Muhammad II, seorang ilmuwan dalam bidang kesustraan dan puisi. Ia lebih suka memuat puisi dan tinggal di istana. Meskipun periode ini maju, namun tentaranya kalah dalam menghadapi serangan Kristen, akhirnya seluruh Andalusia jatuh ke tangan orang asing. Meskipun dinasti-dinasti tersebt berdiri sendiri dan merdeka, akan tetapi ilmu pengetahuan tetap berkembang dengan pesat. Dengan demikian, semakin memperlemah kedudukan Islam di Andalusia. Oleh karena itu, selang beberapa waktu kemudian masuklah kekuatan dari Afrika Utara.[3]
            Pemimpin kaum Murabittun, Yusuf bin Tasyfin, menyeberang laut dan Jabal Thariq demi kehormatan kaum muslimin di Andalusia. Dalam pertempuran Zalaqoh pada tahun 439 H /  1087 M, ia meraih kemenangan besar dan menghancurkan pasukan Kristen. Suatu hasilnya adalah memperpanjang usia Islam untuk beberapa waktu di Andalusia.
            Yusuf bin Tasyfin kemudian tahu bahwa raja-raja Thawaif ini tidak sepantasnya bercokol di perlbagai pusat kekuasaan di Andalusia. Ia menerima seruan dan fatwa dari para ulama. Yusuf bertindak dan ternyata memang dapat menguasai Andalusia. Ia mengatur raja-raja Thawaif yang takut akan kehadirannya ini dan sebagian dari mereka yang Kristen memuliakannya. Di kota Aghmat, Maghrib Al-Aqsha, Ibnu ‘Ibbad. Menghabiskan hari-hari terakhirnya sebagai orang fakir dan terhina yang tidak punya apa-apa untuk mencukupi kebutuhannya.[4]
            Kekuasaan Daulah Murabittun di Spanyol
            Dinasti Murabittun pada awalnya adalah sebuah paguyuban militer keagamaan yang didirikan pada paruh abad ke-11 oleh seorang muslim yang saleh yang bernama ribat. Anggota-anggota pertamanya teruutama berasal dari Lamtunah. Yusuf ibn Tasyfin adalah salah seorang pendiri kekaisaran Murabittun, pada 1062 membangun kota Maroko, yang menjadi ibu kota pemerintahannya dan para penerusnya. Di Spanyol lebih memilih kota Seville daripada Kordova, sebagai ibukota kedua, Para raja Murabittun mempertahankan semua otoritas penguasa dan menyandang gelar amir al-muslimin. Koin dinr Murabitun belakangan mencantumkan gelar amir al-muslimin di bagian depan, merjuk pada khalifah Abbasiyah yang memakai gelar imam di bagian belakangnya.[5]
            Yusuf membawa kejayaan dalam pelbagai bidang. Namun, setelah Yusuf wafat, Andalusia mengalami kemerosotan. Putranya yang lahir di Andalusia menikah dengan seorang perempuan Nasrani, menyebabkan simpati di kalangan muslim menurun. Akhirnya Daulah in ditaklukkan oleh al-Muwahiddun dari Afrika Utara.[6]
            Kekuasaan Daulah Muwahhidun
            Dinasti Muwahhidun di Spanyol (1090 - 1147) berumur pendek. Ia melengkapi lingkar nasib kerajaan-kerajaan Asiatik dan Afrika : oligarki militer yang efisien, diikuti kemalasan dan korup, yang mengarah pada disintegrasi dan kejatuhan. Dinasti Muwahhidun bermula dari sebuah gerakan agama-politik yang didirikan oleh seorang Berber. Ia adalah Muhammad ibn Tumar (1078-1130) dari suku Masmuda. Muhammad menyandang gelar simbolis al-Mahdi dan menyatakan diri sebagai nabi yang di utus untuk memulihkan Islam pada bentuknya yang murni dan asli. Dia mengajarkan kepada sukunya dan suku-suku liar lainnya di Maroko. Doktrin Tauhid, keesaan Tuhan dan konsep spiritual tentag Tuhan. Langkah ini merupakan bentuk protes pada paham antropomorfisme berlebihan yang telah menyebar di kalangan umat Islam. karena itu pengikutnya disebut al-Muwahhidun.
            Monumen-monumen arsitektur yang berdiri pada masa al-Manshur termasuk di antaranya monumen luar biasa di Maroko maupun di Spanyol. Di Seville naiknya al-Manshur ke singgasana ditandai dengan pendirian menara yang dikenal dengan nama Giralda, sebagai pelengkap untuk sebuah masjid. Di Maroko, ia membangun Ribath al-Fath yang mencontoh Iskandariyah dan di Maroko ia membangun sebuah rumah sakit yang dianggap sebagai bangunan yang tidak ada bandingnya di seluruh dunia.[7]
            Dinasti Nashriyah (1232-1492) yang merupakan keturunan dari suku Khazraj di Madinah, adalah Muhammad ibn Yusuf ibn Nashr yang lebih dikenal dengan nama Ibn al-Ahmar. Didalamnya Dinasti Nashriyah membangun sebuah istana yang bisa sejenak bisa membangkitakan keharuman Spanyol muslim di masa Umayyah. Kemajuan perniagaan mereka, terutama perdaganga sutra dengan Italia, menjadikan Granada sebagai kota plaing makmur di Spanyol. Di bawah Dinasti Nashriyah, ibukota menjadi semacam suaka bagi orang Islam yang menyelamatkan diri dari serangan Kristen.[8] Peride ini dipimpin oleh sebanyak 12 penguasa. Penguasa XII, yang lbih dikenal dengan julukan al-Jagal, diusir dari Andalusia oleh kemenakannya sendiri yaitu Buadil. Ia menduduki jabatan sebagai penguasa atas bantuan Kristen. Ia tidak bertahan lama dalam kekuasaan. Akhirnya pada 2 Januari 1492, Buadil menyerahkan kekuasaan pada Ferdinand dan Isabela.[9]
BAB III
KESIMPULAN
            Setelah hancurnya Daulah Umayyah II di Andalusia, berdiri beberapa dinasti kecil yang dikenal dengan nama Muluk al-Thawaif. Dalam perjalanannya, terdapat tiga daulah yang memerintah di Andalusia yakni, al-Murabithun, al-Muwahhidun dan Dinasti Nasar. al-Murabithun menyandang gelar amir al-muslimin. Koin dinr Murabitun belakangan mencantumkan gelar amir al-muslimin.
            Ia melengkapi lingkar nasib kerajaan-kerajaan Asiatik dan Afrika : oligarki militer yang efisien, diikuti kemalasan dan korup, yang mengarah pada disintegrasi dan kejatuhan. Pendirian menara yang dikenal dengan nama Giralda, sebagai pelengkap untuk sebuah masjid. Di Maroko, ia membangun Ribath al-Fath.
Dinasti Nashriyah. Kemajuannya di perniagaan mereka, terutama perdaganga sutra dengan Italia, menjadikan Granada sebagai kota plaing makmur di Spanyol.



DAFTAR PUSTAKA

Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam : Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Lesfi, 2004
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Publisher, 2009
Abdul Halim ‘Uwais, Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islam, Solo : C.V. Pustaka Mantiq, 1994
Philip K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta : Serambi, 2010



[1] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam : Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Lesfi, 2004. Hal. 82
[2] Abdul Halim ‘Uwais, Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islam, Solo : C.V. Pustaka Mantiq, 1994. Hal 32
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Publisher, 2009. Hal. 242
[4] Abdul Halim ‘Uwais, Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islam. Hal 34
[5] Philip K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta : Serambi, 2010. Hal 689
[6] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Hal.244
[7] Philip K. Hitti, History of the Arabs. Hal. 698
[8] Ibid. hal 700
[9] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Hal 245

Tidak ada komentar:

Posting Komentar