SELAYANG
PANDANG PONDOK PESANTREN
RASYIDIYAH
KHALIDIYAH AMUNTAI
A.
Profil Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah
Pesantren Rasyidiyah
Khalidiyah ini awal mulanya berdiri dengan nama Arabische School yang didirikan pada tanggal 13 Oktober 1922 M. bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1341
H. berawal dari sebuah rumah sederhana yang terletak di Desa Pakapuran Amuntai.
Pesantren ini didirikan oleh Tuan Guru K.H Abdurrasyid, alumnus Universitas Al
Azhar Cairo dari tahun 1912-1922. [1]
Tuan Guru K.H
Abdurrasyid dilahirkan pada tahun 1884 M di Desa Pakapuran Amuntai dari
keluarga petani sederhana yang taat beragama. Ayahnya bernama Haji Ramli
(dikenal dengan panggilan Haji Iram) dan ibunya bernama Khadijah. Ketika
kawan-kawannya bersekolah di Inlandsche
School, beliau mempelajari Al Qur’an pada seorang guru guru Al Qur’an di
kampung. Pada usia tujuh tahun, beliau khatam Al Qur’an. [2]
Kemudian dengan izin
kedua orang tua, Tuan Guru K.H Abdurrasyid pergi dari kampung ke kampung
menuntut pelajaran agama Islam di pesantren-pesantren dan di rumah-rumah guru
agama. Setelah dirasa cukup cukup mempelajari pengetahuan dari kampung ke
kampung beliau bercita-cita pergi ke Mesir, yang sudah terkenal sebagai pusat
studi agama Islam. Kemudian tahun 1912 Tuan Guru K.H Abdurrasyid pergi ke Mesir
untuk mengikuti kuliah di Universitas Al Azhar Kairo sampai tahun 1922 selama
10 tahun.[3]
Tuan Guru K.H
Abdurrasyid membuka penyelenggaraan pendidikan dirumah sendiri, sekaligus beliau
bertindak sebagai pengajar tunggal dengan menggunakan sistem halqah, yaitu
wetonan dimana tuang guru (Kyai) membaca kitab sesuatu dengan waktu, sedangkan
santrinya duduk disampingnya mendengarkan dan menyimak apa yang diajarkan
beliau dalam kitab tersebut, dan sorogan/bandungan, santri yang sudah mampu dan
pandai mensorongkan sebuah kitab kepada tuan guru (Kyai) untuk dibacakan
dihadapan beliau.[4]
Lama kelamaan jumlah
santri yang datang sangatlah banyak, sehingga mengakibatkan daya tampung rumah
Tuan Guru K.H Abdurrasyid tidak mungkin lagi, untuk itu ditempatnya dipindahkan
kesebuah surau (mushalla) yang terletak berhadapan dengan rumah beliau, ditepi
sungai Tabalong. Dengan perpindahan tersebut dibarengi pula dengan perpindahan
sistem/metode penyelenggaraan pendidikan dari sistem hilqah ke sistem klasikal,
dimana dilengkapai dengan meja, kursi dan papan tulis.[5]
Dalam proses belajar
mengajar menurut istilah Tuan Guru K.H Abdurrasyid menggunakan sistem beranting
(estafet). Beliau sendiri mengajar pada kelas tertinggi, kemudian para
santrinya diberi tugas belajar pada kelas dibawahnya, hanya pada saat-saat
tertentu memberikan pelajaran (nasehat) secara umum kepada seluruh santri.[6]
Sistem pengajaran yang dijalankan
oleh Tuan Guru K.H Abdurrasyid mendapatkan sambutan dari masyarakat. Dari
berbagai tempat para santri datang untuk belajar ketempat ini. Sebagian dari
mereka berasal dari tempat yang jauh, kemudian memondok dirumah-rumah penduduk
disekitar surau. Kampung Pakapuran yang semula sepi kemudian menjadi ramai dan
penuh kesibukan dengan para penuntut ilmu.[7]
B.
Perjalanan Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah
Sampai pertengahan tahun 1931 Arabische
School sudah mulai maju dan telah mengeluarkan lulusannya beberapa orang,
sehingga memerlukan tenaga pengajar yang berpendidikan tinggi, kemudian
bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 1931, sejumlah santri Arabische School datang ke rumah K.H. Juhri Sulaiman untuk meminta
beliau hadir ke gedung Arabische School yang
sudah ditunggu oleh sejumlah guru-guru, tokoh masyarakat dan para santri pada
acara tersebut. K.H. Juhri Sulaiman disambut
dan diangkat secara resmi oleh Tuan Guru K.H Abdurrasyid menjadi guru pada Arabische School. Kemudian pimpinan Arabische School diserahkan oleh Tuan
Guru K.H Abdurrasyid kepada K.H. Juhri Sulaiman karena beliau akan pergi ke
Kandangan untuk mendirikan perguruan Islam disana.[8]
1. K.H. Juhri Sulaiman 1931-1942
K.H. Juhri bin Haji Sulaiman lahir pada tanggal 19 Mei 1907 di Tangga
Ulin Amuntai. Tahun 1921 tamat Sekolah Rendah Pemerintah (Sekolah Rakyat),
selanjutkan mengaji Ilmu Agama Islam pada Guru Agama di kampung-kampung. Tahun
1923 meneruskan pelajaran ke Universitas Al Azhar Kairo. Tanggal 5 Februari
1931 kembali ke Amuntai dan pada tahun 1931-1942 beliau memimpin dan mengajar
di Arabische School.[9]
Dalam memimpin perguruan ini, K.H. Juhri Sulaiman telah berbuat banyak
inisiatif dengan segala pelaksanaannya, yaitu menyusun organisasi dan
administrasi perguruan, disamping beliau secara aktif mengajar. Dibawah
kepemimpinan K.H. Juhri Sulaiman, Arabische
School terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Demi mengenang jasa Tuan
Guru K.H Abdurrasyid orang pertama yang mendirikan dan membangun Arabische School, perguruan Islam yang
asalnya bernama Arabische School diganti
dengan nama baru menjadi Al Madrasatur
Rasyidiyah.[10]
Alasan mengapa menggunakan nama baru ini dikehendaki suatu pengetian
yang jelas, bahwa Perguruan Islam ini adalah penerus cita-cita almarhum Tuan
Guru Haji Abdurrasyid, yang sekaligus untuk menjadi kenangan kepada jasa beliau
sebagai orang pertama yang mendirikan dan membangun perguruan ini.[11]
Atas pimpinan K.H. Juhri Sulaiman, diadakan perbaikan halaman gedung
sekolah. Akhir tahun 1942 beliau lebih banyak aktif dalam kegiatan
sosial/pendidikan dalam ruang yang lebih luas.[12] Sebagai
seorang ulama yang berpengaruh di Amuntai, pada tahun 1948, K.H. Juhri Sulaiman
terpilih menjadi Ketua Majelis Syura di Hulu Sungai Utara. Terpilihnya beliau
sebagai Ketua Majelis Syura bukannya tanpa alasan. Para tokoh masyarakat dan
alim ulama pada saat itu bersepakat dan menganggap bahwa K.H. Juhri Sulaiman
sangat memegang amanah tersebut.[13]
K.H. Juhri Sulaiman juga mendapatkan kepercayaan dari pemerintah menjadi
Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan kemudian diangkat
menjadi Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Kalimantan Selatan.
Beliau adalah salah satu tokoh NU yang berpengaruh dan disegani di Kalimantan
Selatan.[14]
Pimpinan selanjutnya setelah K.H. Juhri Sulaiman dipegang oleh Ustaz
H.M. Arif Lubis dari Padang Sidempuan lulusan Kulliyatul Mu’alimin El Islamiyah (Normal Islam) Padang juga pernah
mengajar pada pondok Modern Gontor Ponorogo.[15]
2. H.M. Arif Lubis 1942-1944
H.M. Arif Lubis dilahirkan pada tanggal 26 Desember 1918 di Padang
Sidempuan Sumatera Utara. Tahun 1939 lulus Kulliyatul
Mu’allimin El Islamiyah (Normal Islam) Padang. Kemudian menjadi guru pada
Pondok Gontor Ponorogo sampai 1942. Tahun 1942-1944 menjadi guru Al Madrasatur Rasyidiyah Amuntai. Tahun
1947-1949 mengikuti kuliah Hukum pada Perguruan Tinggi Malang dan melanjutkan
pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dan menjadi Pegawai
Deperteman Agama. Pada tanggal 19 Oktober 1972 beliau berpulang kerahmatullah.[16]
Dalam kepemimpinan H.M. Arif Lubis juga mengadakan pembaharuan, terutama
dalam bidang pendidikan dan pengajaran dimana bidang studi ditambah dengan ilmu
pengetahuan umum sesuai kebutuhan dan hajat masyarakat pada waktu itu,
disamping itu beliau juga memperkenalkan tingkatan-tingkatan pendidikan seperti
adanya tingkat Ibtidayah dan tingkat Tsanawiyah serta diadakannya sekolah
khusus untuk anak-anak perempuan di waktu sore.[17]
Kemudian untuk memperluas Al
Madrasatur Rasyidiyah beliau ganti nama tersebut dengan nama Ma’had Rasyidiyah. Alasan perubahan nama
itu dilaksanakan oleh beliau adalah dengan maksud untuk menserasikan dengan
tuntunan zaman ketika itu.[18] Bertepatan
dengan tanggal 8 Desember 1942 Jepang memasuki kota Amuntai, situasi dan
kondisi berubah dimana Dai Nippon menggunakan kekuasaannya, seluruh partai dan
organisasi massa dibubarkan, bahkan nama madrasah pun harus diganti dengan
menggunakan bahasa Jepang, maka Ma’had
Rasyidiyah diganti Kai Kjo Gakko
dengan ditambah nama tempat dimana masrasah itu didirikan. Kepemimpinan beliau
tidak berlangsung lama hingga sampai tahun 1944 beliau bertugas ke Alabio untuk
memimpin dan mengajar perguruan Islam disana.[19]
Pada masa peralihan pesantren ini pernah mengalami kevacuman, atas
keprihatinan Qadi Tuan Guru M. Burhan melihat kondisi kagiatan pesantren tidak
ada lagi kegiatannya bahkan sebagian bangunannya dipakai untuk lumbung padi
pemerintah. Beliau berharap kepada Idham Chalid alumnus Pondok Modern Gontor
Ponorogo dapat memimpin merehabilitasi Ma’had
Rasyidiyah, dengan penuh keikhlasan Idham Chalid dapat menerimanya.[20]
3. K.H. DR. Idham Chalid 1945-2012
K.H. DR. Idham Chalid dilahirkan pada hari Senin pagi tanggal 05
Muharram 1342 H. bertepatan dengan 27 Agustus 1922, disebuah desa kecil bernama
Setui, yang sekarang termasuk daerah Tanah Bumbu. Ayah beliau bernama H.
Muhammad Chalid dan Ibu bernama Hj. Umi Hani. Ayah beliau sebagai pengulu
disamping itu juga beliau seorang pedagang atau pengusaha sekaligus menjadi
guru agama di daerah itu. Orang tua beliau ketika mudanya pernah mengaji agama
di kampung asalnya Amuntai dari beberapa ulama diantaranya dengan Tuan Guru H.
Chalid Tangga Ulin dan H. Muhammad Nanang, kemudian merantau bersama gurunya ke
Singapura dan beliau merantau kurang lebih sebelas tahun lamanya di Johor.[21]
Pada tahun 1932 K.H. DR. Idham Chalid masuk Sekolah Dasar (Gouvermement
2 klasse) satu-satunya perguruan yang ada di Pagatan, beliau langsuk dimasukkan
di kelas 2 karena sudah bisa baca tulis latin, perguruan ini sebagaimana biasa
disebut Sekolah Rakyat atau Sekolah Melayu. Seumuran beliau kira-kira 9-10
tahun secara diam-diam sangat senang bermain bersama anak-anak seusianya, tanpa
sepengatahuan orang tua, karena orang tua beliau sangat disiplin dan ketat
dalam pengawasannya.[22]
Akhir tahun 1932 K.H. DR. Idham Chalid sekeluarga meninggalkan Pagatan
menuju kota kelahiran ayah dan nenek dari pihak ayah di Amuntai kemudian
mendaftarkan diri pada Vervolgschool (Sekolah Melayu setingkat dengan
Gouvermement 2 klasse). Tahun 1934 setamatnya dari Vervolgschool dimasukkan
oleh orang tuanya ke Madrasah Islam di Pakapuran yang didirikan dan dipimpin
oleh Tuan Guru K.H Abdurrasyid.[23]
Menjelang akhir tahun 1938 melanjutkan pendidikan ke Pondok Modern
Gontor bersama Abdul Muthalib, H. Djafri, Dja’far Saberan, Napiah, Hasan Basri,
M. Noeh dan K.H. DR. Idham Chalid yang paling termuda. Di Pondok Modern Gontor,
beliau Abdul Muthalib dan H. Djafri diterima di kelas I Kulliyyatul Mu’alimin
al-Islamiyah. Dari segi mata pelajaran mereka tidak mendapatkan kesulitan
karena ilmu bahasa arabnya sudah di pelajari di Ma’had Rasyidiyah dan juga
mengaji kepada guru-guru lain.[24]
Kepulangan ke kampung halaman K.H. DR. Idham Chalid dari Gontor Ponorogo
di Pondok Modern, mendapatkan respon yang positif oleh masyarakat di Amuntai
sekitar tahun 1944.[25]
Salah satu guru dan tetangga adalah Qadhi
Tuan Guru M. Burhan, memanggil untuk dapat bersilaturrahmi ke Kantor Keqadhian
untuk membicarakan kehidupan sosial keagamaan dan keberlangsungan Al Madrasatur
Rasyidiyah yang tidak ada kelihatan kegiatannya lagi, terjadi kevakuman bahkan
sebagian bangunannya dipakai untuk lumbung padi pemerintah.[26]
Qadhi M. Burhan mengharapkan kesediaan pimpinan Ma’had Rasuidiyah dapat
dipimpin oleh K.H. DR. Idham Chalid. Karena masyarakat sangat menanti-nanti
kamu sebagai putera daerah untuk memimpin turun tangan menyegarkan kembali
madrasah yang telah banyak jasanya dimasa lalu.[27]
Sekitar akhir tahun 1944, Tuan Qadhi dan Ketua Jamiyah Tuan Guru H.
Juhri Sulaiman, Alim Ulama, Tokoh-Tokoh Masyarakat, Pengusaha terkemuka yang
dahulunya pernah menjadi Komite Pemelihara Perguruan Al Madrasatur Rasyidiyah
mengadakan musyawarah yang dipimpin oleh Tuan Guru H. Juhri Sulaiman, telah
bulat dan sepakat menunjuk K.H. DR. Idham Chalid untuk memimpin Al Madrasatur
Rasyidiyah dengan mandat penuh, dibantu oleh
Abdul Muthalib, Ja’far Saberan, H. Japri dan H. Zamzam.[28]
Tepatnya pada tanggal 9 April 1945
telah menyusun sistem dan metode pendidikan, materi kurikulum
pendidikan, struktur dan organisasi manajemen, dan pola pikir serta kebebasan,
sesuai dengan kelaziman sebuah perguruan Islam. Pola pengajaran sebagian
mengadopsi sistem pola Pondok Modern dan Arabische School Tuan Guru K. H. Abdurrasyid
sebagai pendiri perguruan ini, karena tenaga pengajarnya diambil dari alumni
kedua perguruan tersebut.[29] Untuk
menyesuaikan pendidikan yang K.H. DR. Idham Chalid alami dengan sistem
perpaduan pondok pesantren salafiyah dan khalifiyah, nama Ma’had Rasyidiyah menjadi
Normal Islam Amuntai.[30]
Dengan menggunakan sistem pola kedua tersebut, oleh masyarakat
sambutannya baik sekali. Hal ini dapat dipahami Perguruan Islam di Pakapuran
yang didirikan tahun 1922 sudah menjadi kebanggaan masyarakat, hanya akibat pecahnya
perang keadaannya memprihatinkan. Rencana pengajaran dengan memperkuat
pengajaran agama dengan alat-alatnya, juga memperdalam pengetahuan umum, ilmu
pasti seperti Aljabar Ilmu Ukur berhitung, Geografi dan Ilmu Kesadaran
Berbangsa. Pada masa itu pendidikan masih sangat kurang, pengaruh penjajahan
Belanda dan Jepang masih ada, orang pribumi sangat terbatas sekali yang
mendapatkan pendidikan, antara pendidikan sistem Barat dan pendidikan Islam
sangat menyolok sekali.[31]
Periode ini terjadi inovasi pengembangan
pendidikan dan pengajaran, sarana prasarana maupun organisasi dari
administrasi. Pengembangan secara umum terjadinya pengorganisasian
madrasah-madrasah islam yang dinamakan Ittihadul Ma’ahadil Islamiyah (IMI) yang
perpusat di Normal Islam Amuntai, keterlibatan IMI pada Kongres Muslim pertama
se Indonesia sebagai peserta aktif di Yogyakarta tanggal 20 Desember 1949.
Bahkan IMI sebagai pelopor berdirinya organisasi madrasah yang bersifat nasional yaitu Persatuan Madrasah
Islam Indonesia (PMII). Yang merupakan gabungan organisasi madrasah yaitu:
Gabungan Perguruan Islam (GAPI) di Kandangan, Persatuan Perguruan Islam (PPI)
di Barabai, dan Serikat Perguruan Islam (SERPI) di Banjarmasin.[32]
Untuk mengatisipasi keterlibatan
dalam politik beliau talah menyatakan dalam surat beliau tertanggal 8 September
1953 dengan tegas menyatakan “Perguruan Normal Islam” tetap berjalan di atas
prinsip hak semua umat Islam dan netral dari segala pengaruh ideologi Partai
dan organisasi politik.[33]
4. Ir.H.M.Said 2012-Sekarang
Ir.H.M.Said dilahirkan di Kandangan pada tanggal 8 September 1936. Pada
awalnya nama beliau bernama Moehammad Joesran karena kakak beliau bernama
Moehammad Joesri. Tetapi setelah acara bertasmiah
atas saran seorang Tuang Guru yang berpengaruh di kampung beliau, lalu
diganti menjadi Moehammad Said. Kata Tuan Guru tersebut bahwa nama itu baik dan
artinya adalah pemimpin yang bijaksana.
Pada tahun 1944 beliau masuk Sekolah Rakyat di zaman Jepang, sekolahnya
yang ada di muara kampung beliau. Syarat untuk masuk Sekolah Rakyat, kepala
harus gundul karena ini merupakan perintah dari Jepang. Kepala terpaksa
ditutupi dengan topi. Tiap pagi berbaris menghadap matahari terbit dan
menyanyikan lau kebangsaan Jepang. Jika melewati penjagaan Jepang, maka harus
berhenti, membuka topi dan memberikan hormat. Beliau juga di sekolah diajarkan
bahasa Jepang sedikit-sedikit.
Pada tahun 1950 beliau kemudian melanjutkan ke SMP (Sekolah Menengah
Pertama) Bagian B di kota Kandangan dan lulus pada tahun 1953. Kemudian beliau
melanjutkan ke SMA (Sekolah Menengah Atas) bagian B di Banjarmasin dan lulus
pada tahun 1956. Diantara 9 teman beliau yang lulus, beliau mendapatkan
penghargaan lulus nomor 3 dan beliau sangat bangga pada waktu itu.
Pada tahun 1956 hingga tahun 1963 beliau melanjurkan kuliah di fakultas
Teknik Sipil Universitas Gajah Mada di Yogyakarta. Selama tujuh tahun beliau
bergelut dan berjuang dengan penuh keprihatinan karena pada waktu beliau
kuliah, beliau dalam serba kekurangan. Akhirnya beliau bisa lulus pada bulan
Desember 1963 dengan gelar insinyur dan
atas anjuran dari Bupati Hulu Sungai Selatan Bapak H. Kasyful Anwar, beliau
kembali ke kota kelahiran beliau di Kandangan dan bekerja di Pemerintahan
Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Pada tanggal 31 Mei 2012, beliau menjadi dewan pembina Yayasan Pondok
Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai Kalimantan Selatan periode 2012-2017.
Tujuan beliau untuk Pondok Pesantren ini adalah untuk menjadikan pondok
pesantren yang mandiri dan modern di Kalimantan Selatan.
C.
Faktor-faktor Pendukung Pertumbuhan Pondok
Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah
Keunggulan
dari Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai Kalimantan Selatan dari
segi pendidikan dan pengajaran, yaitu tersedianya sistem pengajaran yang
termodifikasi antara sistem konvensional dan modern. Hal mana didukung oleh
tenaga-tenaga edukatif yang dimiliki memiliki kemampuan yang cukup di bidangnya
serta memiliki loyalitas dan rasa memiliki terhadp perguruan.
Keunggulan
lain yang dapat dikedepankan adalah sistem kurikulum pondok yang fleksibel
dengan keadaan zaman dan terus menerus menjadi materi pengajaran yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat Amuntai pada khususnya.
Keunggulan
utama yang menjadi ciri khas dari Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah
Amuntai Kalimantan Selatan adalah melakukan pendidikan yang menitikberatkan
pada penanaman akhlakul karimah, kemampuan berbahasa Arab dan Bahasa Asing
serta pemahaman dan pendalaman pendidikan kitab kuning.
Pembaharuan dan
Peningkatan Kualitas Keberagaman Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah dalam
Syiar Islam di Amuntai pada saat ini lebih mengedepankan pola pendidikan formal
dan non formal. Sampai pada saat ini Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai
Kalimantan selatan menyelenggarakan pendidikan adalah TPA dan TPQ, RA dam MI, Takhassus
Diny, Ma’had al Aly, MTs NIPA, MTs
NIPI, MA/MAK NIPI, MA/MAK NIPA, dan STAI Rakha Amuntai.
Sesuai SK (Surat
Keterangan) Dewan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah
Amuntai Kalimantan Selatan No. 01/kptsn. Rakha/V/2012. Tgl. 31 Mei 2012, susunan
Dewan Pengurus yayasan Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai
Kalimantan Selatan periode 2012-2017 adalah:
1. Dewan Pembina
a. Ketua Umum: Ir. H. M. Said
b. Ketua I: H. A. Sulaiman HB.
c. Ketua II: H. A. Makkie, BA
d. Sekretaris Umum: Prof. Dr. H. Artani Hasbi
e. Sekretaris I: Dr. H. Bahran Noor Haira, M.Ag
f. Anggota:
1) Drs. H. M. Syachriel Darham
2) H. M. Aunul Hadi Idham Chalid
3) Dr. KH. Saberan Afandi, MA
4) KH. Hamdan Chalid, Lc
5) Ir. H. Ahmad Gazali
6) KH. Thaberani Aly, Lc
7) Drs. KH. Thaberani Basri
8) KH. Amberanie Hamidy, Lc
9) Prof. Dr. H. A. Fahmie Arif, MA
10) Dr. Mujiburrahman
11) Dr. H. Ahmad Suryadi Syafrian
12) Drs. H. Abd. Wahid HK, MM, M.Si
13) H. M. Irwan Anshari, SH. MH
14) Drs. H. M. Ruzaidin Noor, M.AP
15) H. Husni Thamrin, SH
2. Dewan Pengurus
a. Ketua Umum: KH. Husien Nafarin, Lc. MA.
b. Ketua I: KH. Jailani Abin Dulah, Lc
c. Ketua II: Drs. H. Barkatullah Amin, M.Pd.I
d. Sekretaris Umum: H. Amir Husaini Zamzam
e. Sekretaris I: H. Rif’an Syafruddin, Lc., M.Ag
f. Sekretaris II: Drs. H. Khairan Usman
g. Bendahara Umum: H. Iberamsyah Ahmad
h. Bendahara I: Drs. H. Muhdar HB
i.
Bendahara II:
Drs. H. Abidin B
3. Dewan Pengawas
a. Ketua Umum: Drs. H. Hormansyah Haika
b. Ketua I: H. M. Ilyas, BA
c. Ketua II: Drs. H. Ansyaruddin, M. Si
d. Sekretaris: H. Zainal Abidin Atha S.Ag
e. Wakil Sekretaris: Drs. Ahmad Sauqi Masrawan
f. Angota:
1) KH. Aini Anang, BA
2) Drs. H. Khalidi Arsyad
3) H. Supiansyah AR.
4) Drs. H. A. Hasib Salim, M.AP
5) Drs. H. Asy’ari A. Hasan
6) Hj. Siti Aminah
7) H. Syarif Hidayah Nafiah
8) Ir. H. Anwar Fauzi
4. Badan Penyantun
a. Ketua: H. A. Sulaiman HB
b. Sekretaris: H. A. Makkie, BA
c. Bendahara: H. Kamarul Hidayat
d. Anggota:
1) Abdussalam Bani Surya
2) Ir. H. M. Said
3) Drs. H. Rudi Resnawan
4) Drs. H. Farid Wadjdi, M.Pd
5) Drs. H. M. Ruzaidin Noor, M.AP
6) H. M. Irwan Anshari, SE., MM
7) H. Supiansyah AR
8) H. Abdul Halim, Lc
9) H. Iberamsyah Ahmad
10) H. Syarkani
11) H. Nurhin
12) H. Syahrujani
13) Drs. H. Ansharuddin, M.Si
14) Drs. H. M. Riduan
15) Ir. H. Akhmad Farhani, MM
16) H. Mochyar
17) H. Ahmad Hipni Alwi
18) H. Muharram, SE
19) H. Bahrani – H. Ghazali
20) H. Bahrani – H. Bahrani
[1] H. Syafriansyah, “Sejarah
Singkat Pesantren Rasyidiyah Amuntai Kalsel”, dalam Mimbar Rasyidiyah Khalidiyah Media Informasi dan Komunikasi, edisi
01 tahun 2005, hlm. 12.
[2] 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai
Kalimantan Selatan 1922-1972, hlm. 23.
[3] Ibid., hlm. 23-24.
[4] H. Syafriansyah, “Sejarah
Singkat....”, hlm. 12.
[5] 50 Tahun ..., hlm. 24 dan Ibid.
[6] H. Syafriansyah, “Sejarah
Singkat ..., hlm. 12.
[7] 50 Tahun ..., hlm. 25.
[9] Ibid.
[10] Ibid., hlm. 32 H. Mohammad Ali dan H. Firdaus, Profil Madrasah Aliyah, The Reformulatioin of Science and Techonology
Equity Program Phase Two (Indonesian, English dan Arabic Version),
(Departemen Agama RI, 2007), hlm. 149.
[12] H. Syafriansyah, “Sejarah
Singkat ...”, hlm. 12, 50 Tahun ..., hlm.
32 dan H. Mohammad Ali dan H. Firdaus, Profil
Madrasah Aliyah ..., hlm. 149.
[13] H. Kamarul Hidayat, Apa dan Siapa Dari Utara Profil dan Kinerja
Anak Banua, (Jakarta: CV. Surya Garini, ... ), hlm. 50.
[14] Ibid.
[15] H. Syafriansyah, “Sejarah
Singkat ...”, hlm. 12, 50 Tahun ...,
hlm. 32 dan H. Mohammad Ali dan H. Firdaus, Profil
Madrasah Aliyah ..., hlm. 149.
[16] 50 Tahun ..., hlm. 33.
[17] H. Syafriansyah, “Sejarah
Singkat ...”, hlm. 12.
[19] Ibid.
[20] Selayang Pandang Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (RAKHA) Amuntai
Kalimantan Selatan, hlm. 1-2.
[21] H. Zainal Abidin Atha, Kiprah Bapak KH. Dr. Idham Chalid Dalam
Perkembangan Pendidikan Islam dan Pergerakan di Kalimantan Selatan: Pada
Seminar “Menelusuri Jejak Kepahlawan dan Perjuangan KH. Dr. Idham Chalid”
Amuntai, Tanggal, 25 April 2011, hlm. 1.
[22] Ibid., hlm. 2.
[23] Ibid.
[24] Ibid.
[25] Ibid., hlm. 3.
[26] Ibid.
[27] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Ibid.
[30] Selayang Pandang ..., hlm. 2.
[31] H. Zainal Abidin Atha, Kiprah Bapak KH. Dr. Idham Chalid ...,
hlm. 3.
[32] Selayang Pandang ..., hlm. 2.
[33] Ibid.
Masya Allah, kok saya malah baru membaca dari website cerita kakek KH. Juhri Sulaiman,bukan dari anak beliau langsung :),Semoga Penulis diberikan Allah keberkahan dunia Akhirat, aamiin, Syukron Katsir
BalasHapusaamiin...
Hapuskebetulan datanya ada di pondok
MOHON DI JELASKAN PAK SEJARAH BERGANTI NAMA DARI ARIBISCHE SCHOOL MENJADI PONPES RASYIDIYAH KHALIDIYAH
BalasHapusmaaf baru balas soalnya udh lama tdk buka blog.
Hapusmngkin bisa email saya langsung aja: syamsulrahmi17@gmail.com
Semoga pondok pesantren RAKHA terus mnjd Yg terbaik.Utk pmbinaan akhlak baik t spiritual Dan intelektual psrt ddiknya..
BalasHapus